About

MTs Al Isthakhariyyah Pamalayan

Minggu, 24 Mei 2015

Skenario Drama Perpisahan Sekolah



JADILAH DIRIMU SENDIRI

BABAK I
(ketika semua sudah lengkap, maka narator masuk ke panggung dan mulai bercerita)
Narator             : alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka mengeluh dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu     : aduh… hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aq duduk – duduk dulu. (duduk di sebuah batu)
Batu                 : (bergerak – gerak)wadow … sakit tau ! (Sambil marah-marah).Bau lagi! Kentut ya? (sambil menutup hidung)
Tukang Batu     : (Terkejut dan takut) Maaf, dikit. Lho, batu kok bisa ngomong ?
Batu                 : ini kan Cuma drama
Tukang Batu     : O…….
Batu                 : Awas ! (mengancam dan mengacung – acungkan kepalanya)
(Tukang batu pun ketakutan lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar. Kemudian dia melihat  pohon dibelakangnya)
Tukang Batu     : kebetulan ada pohon. Bisa bersandar nih!
Pohon               : aduuuuuuuuuh.. hati – hati dong, lecet neh.
Tukang Batu     : (Terkejut) Lho kok pohon juga bisa ngomong?
Pohon                : Wah menghina ya. Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja. Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
Tukang Batu     : masak sih ?
(pertama –tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara  pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu hanya bisa terkejut)
Tukang Batu     : Wah… pohon yang aneh. (menggeleng-gelengkan kepala sambil pergi meninggalkan pohon itu)
BABAK II
Narator : (ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh). Lalu datanglah sebuah matahari yang sinarnya sangat panas menyengat.
Tukang Batu     : wah….. panas sekali ya! (sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu mengusap keringatnya dengan sapu tanggan nya dan tidak sengaja memerasnya di sebelah batu)
Batu                 : Wadooooooooooooooooooow ! hei, jangan disini dong tukan batu! Uda keringatnya bau asem lagi. (sambil menutup hidung)
Tukang Batu     : (Terkejut) maaf. Eh emangnya batu punya hidung ya?
Batu                 : idiiiiiiih . sebel deh . ini kan Cuma bo’ong-boongan tau !
Tukang batu      : (Pergi menjauh ) Pemarah sekali si batu itu . tapi memang panas sekal. Ini pasti karena si matahari itu.
Matahari           : Ha….ha…ha. ya aku yang menyebabkan panas ini.. ha….. ha…ha (Logat batak)
Tukang Batu     : (menutup hidung karena bau) wah, enak sekali ya menjadi matahari. Bisa member panas tapi dia sendiri tidak kepanasan.
Matahari           : iya dong. Aku gitu loh (sambil bergaya fungky)
Tukang Batu     : (berfikir lalau dapat ide). Hmmmmmm matahari, bagaimana kalau kita bertukar tempat saja. Aku menjadi matahari, dan kamu menjadi Tukang Batu. Bagaimana?
Matahari           : (Tampak berfikir). Bagaimana ya? Baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu     : apa syaratnya? (penasaran)
Matahari           : Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana? Hahahahaha…
Tukang Batu     :  Itu sih gampang.
Matahari           : eiiitt tunggu dulu. Sepiring nasi dengan lauk sate,gulai,soto,ayam goring,ayam bakar,ikan gurami,capcai,telor dadar, telor mata sapi yang melirik ke kiri. Ok?
Tukang Batu     : haaaa! (terkejut) banyak sekali! Tapi baiklah. Sebentar ya!
(Tukang Batu pulang ke rumahnya untuk mengambil makanan yang di minta matahari, sedangkan matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian Tukang Batu masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya)
Tukang Batu     : nih !
Matahari           : bah! Dimana pila sambal terasinya?
Tukang Batu     : sambal terasi?  Tadi kan kamu tidak minta?
Matahari           : wah-wah-wah… hei penonton, enak gak klo kita makan tanpa sambal terasi? (Tanya ke penonton). Nah, dengar tidak, semua orang setuju kalau tanpa sambal, makanan kita jadi tidak enak.
(Dengan terpaksa, tukang batu membuat sambal di atas batu)
Batu                 : Wadooooooooow. Aduh. Kamu lagi, kamu lagi. Seneng pula kau menggangu aku. Liat nih gara-gara kamu…. Kepalaku jadi benzol-benzol. Lho kok aku jadi logat batak juga sih (marah-marah sambil menunjukan kepalanya yang benjol)
Tukang Batu     : maaf…
Batu                 : Awas  ya!
(Lalu mereka berdua berganti kostum, dan naratorpun masuk)
BABAK III
Narator             : akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari berubah menjadi seorang tukang batu. Haaa…haa…ha,,
Matahari           : Maaf bu. Itu kan ketawa aku. Kok ibu zadi ikut-ikutan ketawa seperti itu.
Narator             : (malu) Maaf… (lalu pergi)
Tukang Batu     : Asyiiiiiiik! Ahirnya aku menjadi matahari.
Batu                 : Wadoooow. Jangan dekat-dekat dong! panas sekali! jauh-jauh sana! Awas!
(tukang batupun takut dan menjauh ke arah  pohon)
Pohon              : Hei… pergi sana… jangan dekat-dekat. Panas nih. Kalau tidak Ciaatt (berpose silat, meniru gaya hewan : elang menyambar, ular mencaplok, dan harimau mencengkram)
Tuakang Batu   : iya……iya. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah sudahlah. Tapi enak sekali menjadi matahari.
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya. Tukang batupun jengkel)
Tuakang Batu   : Hei…. Awan hitam. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada di depanku?
Awan Hiatm     : Hei matahari, kamu tidak tahu siapa aku ya?. Aku ini awan hitam. Sebentar lagi, aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu harus sembunyi dulu.
Tukang Batu     : O………. Begitu ya?
Awan Hitam     : Iya. Masak tidak tau sih
(Tukang batu menggeleng-geleng)
Tukang Batu     : (Berfikir) wah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya sendiri). Eh awan hitam, mau tukaran tempat tidak. Aku menjadi awan hitam dan kamu menjadi matahari. Bagaimana?
(ketika awan hitam sedang berfikir, tiba-tiba narator datang)
Awan Hitam     : Bu narator, kok sudah muncul sih. Kan belum waktunya?
Narator             : lho iya ya? Wah bilang dong dari tadi, kalau belum saatnya muncul. Maaf para penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (marah-marah sambil menyalakan mereka berdua)
Tukang Batu     : bagaimana?
Awan Hitam     : Hmmmmmmm…. (mengeleng-geleng smabil berfikir) baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu     : (menggeleng-geleng sambil menghela nafas) apa syaratnya ?
Awan Hitam     : Mudah… yaitu mobil mewah dan rumah mewah.
Tukang Batu     : (terkejut) wah itu sih susah. Eh… tapi tunggu dulu. (Tukang Batu masuk ke dalam. Lalu keluar lagi sambil membawa mobil-mobilan dan rumah-rumahan). Bagaimana  kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan mewah?
Awan Hitam     : (terkejut) apa! (mengeleng-geleng) baiklah. Terpaksa!
(lalu mereka bertukar tempat,tiba-tiba datang ibu narator. Semua menjadi patung. Tapi ibu narator lama tidak ngomong-ngomong)
Batu                 : Bu…. Ibu narator. Kok tidak ngomong-ngomong ya?
Narator             : siapa bilang saya mau ngomong. Saya kan Cuma mau nampang doing. (sambil melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Semua Personil : Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu…..!
Narator             : kenapa sih sirik aja. Memangnya tidak boleh. (pergi sambil ngomel-ngomel)
Tukang Batu     : asyiiik. Sekarang aku menjadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi matahari. Oh ya, aku juga bisa membuat hujan yang sanggat lebat. Ha…..ha….ha…
(tiba-tiba matahari yang menjadi tukang batu datang)
Matahari           : he..he…  itu kan ketawa aku
Tukang Batu : maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat. Wuuuuuuuuuuuuus (sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang yang tertarik angin. Trus datang lagi orang berpayung, yang payungnya sampai rusak,menghadap ke atas)
Tukang Batu     : asyiiik. Aku berkuasa sekarang.
Tukang Batu      : ha………..(tiba-tiba ingat matahari yang marah bila ketawanya ditirukan). Ups. (tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun). Hai, batu. Kok kamu tidak rusak sedikitpun?
Batu                 : Hai… awan hitam? Mikir dong! Aku kan Batu. Liat aku sangat kuat. (sambil memamerkan ototnya). Jadi aku tidak akan rusak.
Tukang Batu      : o…….. begitu ya. (berfikir). Hmmmm.. ngomong-ngomong batu, mau tidak kita tukaran tempat?
Batu                  : Apa! (berteriak keras). Kamu fikir aku bodoh ya, bisa kamu suap seperti si matahari dan awan hitam.
Tukang Batu     : Ayolah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi! (sambil ketakutan)
Batu                 : tidak! (masih marah dan berteriak) enak saja!
Tukang Batu     :Please!
Batu                 : Tidak
Tukang Batu     : He, mau tidak? (marah sambil mencengkeram kerah baju si batu)
(Si batupun ketakutan)
Batu                 : eh.. iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu saja marah! (merayu si tukang batu). Nih! (menyerahkan kostumnya)
Tukang Batu     : sana pergi! Awas ya kembali lagi! (mengancam batu. Batupun ketakutan dan berlari). Asyiiik. Kasihan deh lo si batu,makanya jadi orang jangan galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa.
(Tak lama kemudian datanglah, si tukang batu yang sebenarnya si matahari)
Matahari           : ha…….ha…..ha… bah hari yang sangat cerah untuk memulai pekerjaanku sebagai tukang batu. Kebetulan ada sebuah batu disini.
(matahari mulai memukul-mukulkan palunya)
Tukang Batu     : aduuuuuuh. Matahari…… kenapa memukul aku?
Matahari           : bah…. macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Zadi pekerjaanku yya memecah batu.
Tukang Batu     : O……………. tapi aku mati dong!
Matahari           : ya……. Terserah kaulah. Siapa suruh zadi batu. (mulai memukul lagi)
Tukang Batu     : Tunggu….! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari           : Tidak mau ! (terus memukul-mukul)
Tukang Batu     : tolong…..tolong…..tolong…. ibu narator kemana sih? Bu…. Ibu narator!
Matahari           : ha……..ha…….ha
(Lama kemudian ibu narator datang sambil makan)
Tukang Batu     : Bu…. Lama sekali sih. Tutup acaranya dong. Saya di pukulin terus nih!tolong!
Narator             : (sambil tetap makan) iyaaaaaaa… cerewet amat sih, siapa suruh gak puas jadi diri sendiri.
Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini. Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu mengeluh, pemalas dan selau tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.

TERIMA KASIH

0 komentar:

Posting Komentar