About

MTs Al Isthakhariyyah Pamalayan

Senin, 03 November 2014

Peran Santri dalam Perbaikan Negeri


Peran Santri dalam Perbaikan Negeri

Indonesia adalah negara dengan keberagaman suku, adat budaya maupun agama, keberagaman tersebut tidak lepas dari sejarah yang melatarbelakangi dan  membentuk masing-masing budaya maupun agama yang ada di Indoneisa. Salah satu bentuk keberagaman Indonesia adalah agama, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam  tak akan lepas dari sejarah perkembangan pembentukan Islam di Indoneisa itu sendiri. Salah satu yang mempengaruhi perkembangan Islam di Indonesia adalah pesantren, pesantren muncul di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu atau lebih jelasnya pesantren banyak bermunculan di Indonesia setelah abad ke-16. Pesantren menjadi salah satu karakteristik atau keciri khasan Indonesia.  Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang paling lama ada di Indonesia dengan pendidikan keislamannya. Sejarah Indonesia memang tak akan lepas dari peran Islam, terutama dari para tokoh pejuang negeri dalam campur tangannya memerdekakan negara Indonesia atas Belanda, banyak dari kalangan mereka yang berhubungan langsung dengan Ulama’ besar ataupun mereka memang dari kalangan ulama besar Indonesia. Selain itu salah satu penyebaran Islam di Indonesia juga melalui cara pengenalan dengan pendidikan atau pengajaran oleh guru (ulama) kepada murid, yang demikian itu merupakan awal mula pembentukan pesantren. Dengan adanya guru dan murid atau dengan sebutan lain  kyai dengan santri dalam perkembangannya kemudian menjadi terkenal dengan penyebutan “Pesantren”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesantren berarti “asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji” dengan asal kata “santri” dengan tambahan awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga berarti tempat murid-murid mencari ilmu.
Pesantren dengan pendidikan keislamannya memang diharapkan mampu membentuk pribadi-pribadi dengan karakter akhlakul karimah, dapat kita ketahui banyak tokoh-tokoh lulusan pesantren yang menjadi ulama besar Indonesia, mereka menjadi panutan karena keilmuan dan kesalehannya. Pendidikan pesantren memang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, pesantren berusaha menekankan pendidikan islam melalui kitab-kitab kuning warisan ulama terdahulu dengan harapan membentuk pribadi yang saleh. Indonesia dengan jumlah pesantren yang ratusan atau bahkan ribuan menjadi salah satu harapan membawa Indonesia ke arah yang baik dengan pribadi-pribadi bangsa yang mempunyai karakter akhlakul karimah atau pribadi yang Islami. Dengan banyaknya pesantren diharapkan terdapat banyak pula generasi muda penerus bangsa yaitu “santri” yang menjadi akar perbaikan Indonesia.
Namun dibalik idealitas dan harapan tersebut kita dapat melihat bahwa realita Indonesia sekarang ini jauh dari karakter Islami, padahal Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia atau sekitar 205 juta jiwa, Indonesia menempati urutan pertama dalam sepuluh negara dengan umat Islam terbanyak di dunia pada tahun 2010 oleh The Pew Forum on Religion and Public Life, ternyata belum mampu membawa Indoneisa ke arah negara Islami. Hal tersebut terbukti dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu Universitas di Amerika menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 140 dari 208 negara di dunia yang mencerminkan negara paling islami, dalam penelitian tersebut Selandia baru mendapat urutan pertama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan Indonesia dan negara-negara islam lainnya ternyata belum menunjukkan wajah ke-Islamannya dalam segi hubungan sosial seperti kebersihan, ketertiban, kerukunan dan lain sebagainya, padahal dalam ajaran Islam semua aspek kehidupan sosial sangat diperhatikan. Mungkin perkataan dari Muhammad Abduh bahwa “Al Islamu mahjubun bil muslimin” atau Islam itu tertutup oleh perilaku para kaum muslim itu sendiri adalah hal yang benar. Yang menjadi perhatian kenapa negara-negara yang berpenduduk mayoritas bukan Islam malah yang mencerminkan negara Islami.
Saya rasa kita semua sudah tahu bahwa Indonesia baik dalam sistem pendidikan, ekonomi, hukum, kepemerintahan dan lain sebagainya memang saat ini dapat dikatakan memprihatinkan. Lebih-lebih kita tahu bahwa moral bangsa Indonesia mengalami keterpurukan. Mungkin disini kita akan melihat dari segi sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Kurikulum pendidikan di Indonesia dapat dikatakan sudah bagus dan mungkin dapat dikatakan sudah memenuhi standar yang ada. Namun kita melihat kebelakang lagi realita peserta didik yang ada di Indonesia saat ini banyak sekali kita jumpai perilaku-perilaku dari peserta didik yang tidak mencerminkan seorang yang terdidik. Banyak kita jumpai tawuran, tindakan asusila, kekerasan dlsb. Keprihatinan tersebut menimbulkan pertanyaan sebenarnya siapa disini yang salah? Pemerintah, kurikulum, ataukah pribadi-pribadi orang Indonesia sendiri yang yang salah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut memang memerlukan  penelitaian atau pengkajian lebih lanjut. Namun disini saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa, saya hanya ingin mengungkapkan kenyataan yang saya tahu, dan mungkin bisa sedikit menumbuhkan kesadaran dari diri kita masing-masing.
Pendidikan merupakan salah satu yang dapat mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik, Indonesia membutuhkan pribadi-pribadi bangsa yang berkarakter, sehingga pemerintah Indonesia mencanangkan sebuah pendidikan karakter. Namun lagi-lagi yang menjadi pertanyaan, kenapa setelah umur Indonesia sudah mencapai 60 tahun lebih pemerintah baru sadar akan pentingnya karakter?  mungkin karena semakin kesini baru dapat kita rasakan bahwa moralitas bangsa Indonesia semakin menurun, atau mungkin karena banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, padahal mereka adalah orang-orang pintar atau terpelajar juga bergelar pendidikan tinggi, sehingga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya sebuah pendidikan karakter.
Berbicara mengenai karakter sebenarnya kita dapat melihat kembali ke lembaga pendidikan pesantren. Karakter atau akhlak mungkin adalah hal yang sudah diajarkan dari awal dalam pesantren melalui kitab akhlak yang paling dasar seperti Ta’lim Muta’alim atau Adab al-‘alim  wa al-muta’aliim. Selain itu tujuan dari pendidikan pesantren sendiri memang menyiapkan dan membentuk pribadi individu yang intensif dan komperhensif baik melalui pelajaran akhlak, tauhid, tasawuf dan lain sebagainya. Sehingga dalam keterpurukan moralitas bangsa Indonesia sekarang ini mungkin kita perlu mempertimbangkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang harus diutamakan. Karena lembaga pendidikan formal yang ada saat ini dalam kenyataannya belum mampu membentuk individu yang berkarakter. Namun hal tersebut bukan semata-mata menyalahkan lembaga pendidikan yang ada, mungkin kita juga perlu melihat dari segi pendidik atau anak didik itu sendiri. Maka dari itu sebagai jalan lain atau mungkin memang satu-satunya jalan mempertimbangkan pendidikan pesantren sebagai perbaikan negeri ini. Untuk itu kita perlu mempertimbangkan kualitas pendidikan santri untuk dijadikan pengelola kinerja dalam upaya perbaikan Indonesia.
Namun apakah sudah sepenuhnya kita bisa mengandalkan santri dalam pesantren untuk upaya perbaikan negeri ini? Kita perlu melihat lagi realita kehidupan santri dalam pesantren. Iya, mungkin secara pendidikan  hampir menyeluruh adalah pendidikan nilai-nilai ke-islaman yang diberikan, namun apakah nilai-nilai keislaman yang mereka terima tersebut sudah mampu diterapkan atau setidaknya mempengaruhi dalam kehidupan mereka?
Karena kita juga melihat banyak dari kaum santri di pesantren tidak mampu menerapkan nilai ke-islaman dalam perilaku kehidupan sehari-hari mereka, salah satunya kita dapat melihat kesadaran mereka terhadap masalah kebersihan yang sangat minim, sehingga terkenal bahwa pesantren tradisional identik dengan kotor dan jorok. Selain itu oleh para kalangan islam modernis menganggap bahwa pesantren tradisional dicurigai dan diasosiasikan dengan predikat  yang dapat menumbuhkan faham yang salah seperti fundamentalisme, radikalisme, ekstirmisme atau bahkan terorisme yang malah akan membawa Indonesia pada perpecahan bukan perbaikan. Karena menurut kaum modernis Islam bahwa dalam pendidikan pesantren tradisional tidak ada metodologi dalam sistem pendidikannya, sehingga sering terjadi kesalahpahaman dalam merumuskan hukum atau memahami hukum Islam.
Kembali lagi ke masalah keprihatinan kita terhadap Indonesia, lepas dari kesan buruk kita dan anggapan para Islam modernis terhadap pesantren, khususnya pesantren tradisional, saya yakin bahwa pendidikan pesantren dan santri mampu membawa Indonesia kearah yang lebih baik, asal adanya kesadaran dan komitmen dari para santri untuk mengamalkan apa yang mereka dapatkan dalam pengajaran di pesantren. Karena setidaknya para santri sedikit banyak lebih mengetahui tentang nilai-nilai keislaman daripada mereka yang ada diluar. Berhubungan dengan karakter atau akhlak sudah keharusan bagi para santri menyimpan dalam pribadi mereka dan mengamalkan pada kehidupan mereka nilai-nilai akhlak yang sudah menjadi ciri pendidikan yang mereka dapatkan di pesantren. Indonesia akan menjadi negara Islami bukan sekedar dalam ritualitas dan kesalehan spiritual saja namun juga kesalehan sosial apabila mereka terutama para santri mampu menerapkan nilai-nilai keislaman pada seluruh aspek kehidupan. Mungkin kalau masalah kesalehan spiritualitas dalam hubungannya manusia dengan Tuhan para santri sudah mampu mencapainya. Akan tetapi tujuan Islam bukan hanya itu saja, Islam juga menyinggung hubungan antara manusia dengan manusia atau “hablun minannas”, dan sekarang kita hidup di Inonesia maka sudah seharusnya kita peduli terhadap nasib negeri ini dengan menjaga hubungan antar sesama manusia dan juga menjaga lingkungan yang ada di sekitar kita, dengan demikian kita akan mampu membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik .
Semua harapan itu akan sia-sia jika dari kita sendiri para pemuda penerus bangsa terutama para santri tidak mau melakukan perubahan, tidak mau menanamankan nilai-nilai islam pada kehidupan di lingkungan kita berada. Dan semua itu akan tercapai jika ada kesadaran dari tiap-tiap individu dari kita. Untuk itu hanya perlu penawaran mau atau tidak, dengan diawali kesadaran dan dibarengi dengan tindakan.


0 komentar:

Posting Komentar