A. PRANATA SOSIAL
1. Pengertian dan Fungsi Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan
yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan
khusus dalam masyarakat. Pranata sosial berasal dari bahasa asing social
institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang mengartikannya
sebagai lembaga kemasyarakatan, di antaranya adalah Soerjono Soekanto. Lembaga
kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari berbagai tindakan yang
berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
kata lain, pranata sosial merupakan kumpulan norma (sistem norma) dalam
hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Secara umum, pranata
sosial mempunyai beberapa fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi pranata sosial.
a. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat dalam hal
bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi masalah kemasyarakatan.
b. Menjaga keutuhan dan integrasi masyarakat.
c. Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan
sistem pengendalian sosial, artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap
tingkah laku anggota-anggotanya.
Selain fungsi umum tersebut, pranata sosial memiliki dua fungsi
besar yaitu fungsi manifes (nyata) dan fungsi laten (terselubung).
a. Fungsi manifes adalah fungsi pranata sosial yang nyata, tampak,
disadari dan menjadi harapan sebagian besar anggota masyarakat. Misalnya dalam
pranata keluarga mempunyai fungsi reproduksi yaitu mengatur hubugnan seksual
untuk dapat melahirkan keturunan
b. Fungsi laten adalah fungsi pranata sosial yang tidak tampak,
tidak disadari dan tidak diharapkan orang banyak, tetapi ada. Misalnya dalam
pranata keluarga mempunyai fungsi laten dalam pewarisan gelar atau sebagai
pengendali sosial dari perilaku menyimpang.
2. Ciri-Ciri Pranata Sosial
Meskipun pranata sosial merupakan sistem norma, tetapi pranata
sosial yang ada di masyarakat memiliki ciri serta kekhasan tersendiri yang
membedakannya dengan norma sosial. Adapun ciri-ciri atau karakteristik pranata
sosial adalah meliputi hal-hal berikut ini.
a. Memiliki Lambang-Lambang/Simbol
Setiap pranata sosial pada umumnya memiliki lambang-lambang atau
simbol-simbol yang ter-wujud dalam tulisan, gambar yang memiliki makna serta
menggambarkan tujuan dan fungsi pranata yang bersangkutan. Contoh cincin
pernikahan sebagai simbol dalam pranata keluarga, burung garuda merupakan
simbol dari pranta politik negara Indonesia.
b . Memiliki Tata Tertib dan Tradisi
Pranata sosial memiliki aturan-aturan yang menjadi tata tertib
serta tradisi-tradisi baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang akan
menjadi acuan serta pedoman bagi setiap anggota masyarakat yang ada di
dalamnya. Contohnya dalam pranata keluarga seorang anak wajib bersikap hormat
kepada orang tua, namun tidak ada aturan tertulis yang baku tentang deskripsi
sikap tersebut. Sementara itu dalam pranata pendidikan ada aturan-aturan
tertulis yang wajib dipatuhi semua warga sekolah yang tertuang dalam tata
tertib sekolah.
c. Memiliki Satu atau Beberapa Tujuan
Pranata sosial mempunyai tujuan yang disepakati bersama oleh
anggota masyarakat. Tujuan pranata sosial kadang tidak sejalan dengan fungsinya
secara keseluruhan. Contoh: Pranata ekonomi, antara lain bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
d . Memiliki Nilai
Pranata sosial merupakan hasil pola-pola pemikiran dan pola-pola
perilaku dari sekelompok orang atau anggota masyarakat, mengenai apa yang baik
dan apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
demikian pranata sosial terdiri atas adat istiadat, tradisi atau kebiasaan
serta unsur-unsur kebudayaan lain yang secara langsung maupun tidak langsung
bergabung dalam suatu fungsi, sehingga pranata sosial tersebut mempunyai makna
atau nilai di dalam masyarakat tersebut. Contoh tradisi dan kebiasaan dalam
pranata keluarga adalah sikap menghormati atau sikap sopan santun terhadap
orang yang lebih tua.
e . Memiliki Usia Lebih Lama (Tingkat Kekekalan Tertentu)
Pranata sosial pada umumnya memiliki umur lebih lama daripada umur
manusia. Pranata sosial pada umumnya tidak mudah berganti atau berubah. Hal
tersebut terbukti dengan banyaknya pranata sosial yang diwariskan dari generasi
ke generasi. Pranata sosial yang telah diterima akan melembaga pada setiap diri
anggota masyarakat dalam jangka waktu relatif lama sehingga dapat di-tentukan
memiliki tingkat kekekalan tertentu. Contohnya tradisi silaturahmi pada waktu
hari raya lebaran, merupakan tradisi turun temurun dari dulu hingga sekarang.
f . Memiliki Alat Kelengkapan
Pranata sosial dan memiliki sarana dan prasarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Misalnya mesin produksi pada sebuah pabrik merupakan
sarana dalam pranata ekonomi untuk menghasilkan barang.
3. Penggolongan Pranata Sosial
Berdasarkan fungsi-fungsi secara umum dan karakteristiknya
tersebut, pranata sosial dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut
ini beberapa tipe atau penggolongan pranata sosial.
a. Berdasarkan perkembangannya, pranata sosial dapat
dibedakan menjadi crescive institutions dan enacted
institutions.
1) Crescive institutions adalah pranata sosial yang secara
tidak sengaja tumbuh dari kebiasaan masyarakat. Misalnya: tata cara perkawinan,
norma-norma, dan berbagai upacara adat.
2) Enacted institutions adalah pranata sosial yang sengaja
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya: lembaga pendidikan,
lembaga keuangan, lembaga kesehatan, dan lain-lain.
b. Berdasarkan sistem nilai/kepentingan yang diterima
masyarakat, pranata sosial dapat dibedakan menjadi basic institutions dan
subsidiary institutions.
1) Basic institutions adalah pranata sosial yang dianggap penting dalam upaya pengawasan terhadap tata tertib di masyarakat. Misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
1) Basic institutions adalah pranata sosial yang dianggap penting dalam upaya pengawasan terhadap tata tertib di masyarakat. Misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
2) Subsidiary institutions adalah pranata yang dianggap
kurang penting. Misalnya tempat-tempat hiburan atau rekreasi.
c. Berdasarkan penerimaan masyarakat, pranata sosial
dapat dibedakan menjadi approved institutions dan unsanctioned institutions.
1) Approved institutions adalah bentuk pranata sosial
yang diterima secara umum oleh masyarakat. Misalnya lembaga pendidikan, lembaga
peradilan, dan lain-lain.
2) Unsanctioned institutions adalah bentuk pranata
sosial yang secara umum ditolak oleh masyarakat. Misalnya berbagai perilaku
penyimpangan, seperti merampok, memeras, pusat-pusat perjudian, prostitusi, dan
lain-lain.
d. Berdasarkan faktor penyebarannya, pranata sosial
dapat dibedakan menjadi general institutions dan restricted institutions.
1) General institutions adalah bentuk pranata sosial yang
diketahui dan dipahami masyarakat secara umum. Misalnya keberadaan agama dalam
kehidupan.
2) Restricted institutions adalah bentuk pranata sosial
yang hanya dipahami oleh anggota kelompok tertentu. Misalnya pelaksanaan ajaran
agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, atau berbagai aliran
kepercayaan lainnya.
e. Berdasarkan fungsinya, pranata sosial dapat
dibedakan menjadi cooperative institutions dan regulative institutions.
1) Cooperative institutions adalah bentuk
pranata sosial yang berupa kesatuan pola dan tata cara tertentu. Misalnya
pranata perdagangan dan pranata industri.
2) Regulative institutions adalah bentuk pranata sosial yang
bertujuan mengatur atau mengawasi pelaksanaan nilai-nilai atau norma-norma yang
berkembang di masyarakat. Misalnya pranata hukum (kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan).
4. Macam-Macam Pranata
Pranata sosial pada dasarnya adalah sistem norma yang mengatur
segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hidup
bermasyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di depan, pranata sosial di
masyarakat mempunyai beberapa fungsi. Fungsi-fungsi pranata tersebut terwujud
dalam setiap macam pranata yang ada di masyarakat. Adapun macam-macam pranata
sosial yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, antara lain pranata
keluarga, pranata agama, pranata ekonomi, pranata pendidikan, dan pranata politik.
a. Pranata Keluarga
Pranata keluarga adalah bagian dari pranata sosial yang meliputi
lingkungan keluarga dan kerabat. Pembentukan watak dan perilaku seseorang dapat
dipengaruhi oleh pranata keluarga yang dialami dan diterapkannya sejak kecil.
Bagi masyarakat, pranata keluarga berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masyarakat.
1 ) Pengertian Keluarga
Keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar di
masyarakat. Satuan kekerabatan dapat disebut keluarga disebabkan adanya perkawinan
atau keturunan. Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah suatu ikatan
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berdasarkan jumlah anggotanya, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga inti
dan keluarga luas.
a) Keluarga inti
atau batih (nuclear family) adalah satuan kekerabatan yang terdiri atas ayah
dan ibu (orang tua) beserta anak-anaknya dalam satu rumah. Ada juga keluarga
inti yang belum atau tidak mempunyai anak.
b) Keluarga luas
(extended family) adalah satuan kekerabatan yang terdiri atas lebih dari satu
generasi atau lebih dari satu keluarga inti dalam satu rumah. Misalnya,
keluarga yang memiliki kakek atau nenek, paman atau bibi, keponakan, dan
lain-lain yang tinggal serumah.
Keluarga dianggap sebagai satuan sosial mendasar yang akan
membentuk arah pergaulan bagi masyarakat luas. Artinya, keluarga yang serasi
dan harmonis akan membentuk lingkungan masyarakat yang harmonis pula, demikian
juga sebaliknya.
2 ) Peran atau Fungsi Pranata Keluarga
Sebagai salah satu bentuk pranata sosial, pranata keluarga
mempunyai beberapa fungsi, Berikut ini beberapa fungsi keluarga.
a) Fungsi reproduksi; keluarga merupakan sarana
untuk memperoleh keturunan secara sehat, terencana, terhormat, sesuai dengan
ajaran agama, dan sah di mata hukum.
b) Fungsi keagamaan; pada umumnya suatu keluarga penganut
agama tertentu akan menurunkan agama atau kepercayaannya kepada anak-anaknya.
Anak-anak akan diajari cara berdoa atau beribadah sesuai dengan keyakinan orang
tuanya sejak dini. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita temui keluarga
yang terdiri atas berbagai macam agama di dalamnya, akan tetapi prosentasenya
sangat kecil.
c) Fungsi ekonomi; keluarga merupakan suatu
wadah dalam usaha mengembangkan serta mengatur potensi dan kemampuan ekonomi.
Di masyarakat pedesaan atau pertanian, keluarga merupakan sumber tenaga kerja,
mereka bersama-sama mengelola lahan pertanian sesuai dengan kemampuan dan
tenaga masing-masing.
d) Fungsi afeksi; norma afeksi
ada dan diadakan oleh para orang tua untuk mewujudkan rasa kasih
sayang dan rasa cinta, sehingga dapat menjaga perasaan masing-masing anggota
keluarga agar tercipta kerukunan dan keharmonisan hubungan di dalam keluarga.
Fungsi afeksi berisi norma atau ketentuan tak tertulis mengenai bagaimana
seseorang harus bersikap atau berperilaku di dalam keluarga dan masyarakat.
Norma afeksi penting ditanamkan pada anak-anak sejak dini agar anak dapat
mengenal, mematuhi, dan membiasakan diri dalam perilakunya sehari-hari.
e) Fungsi sosialisasi;
memberikan pemahaman tentang bagaimana
seorang anggota keluarga bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain dalam
keluarga. Anak-anak telah dikenalkan dengan kedudukan dan status tiap-tiap
anggota keluarga dan kerabat lainnya. Dengan demikian, anak secara tidak
langsung telah belajar dengan orang lain dalam keluarga dan kerabat, sehingga
mereka bisa membedakan sikap dan cara bicaranya saat ber-interaksi dengan
anggota keluarga lainnya. Misalnya, sikap terhadap kakek tentu berbeda dengan
sikap terhadap adik atau keponakan.
f) Fungsi penentuan status; melalui
keluarga seorang anak memperoleh statusnya dalam masyarakat, seperti nama,
jenis kelamin, hak waris, tempat dan tanggal lahir, dan sebagainya.
g) Fungsi pendidikan; keluarga merupakan satuan
kekerabatan yang pertama kali dikenal oleh anak, sehingga di keluargalah anak
memperoleh pendidikan pertamanya dari orang tua atau kerabat lainnya. Orang
tua, dalam hal ini ayah dan ibu memiliki tanggung jawab yang sama untuk
memberikan dasar pendidikan yang baik bagi anak sebelum mereka memasuki masa
bermain di lingkungan dan sekolahnya.
h) Fungsi perlindungan; keluarga merupakan tempat
berlindung lahir batin bagi anak khususnya dan bagi seluruh anggota keluarga
pada umumnya. Berdasarkan fungsi ini, anak atau anggota keluarga lain merasa
aman, nyaman, dan dapat menerima curahan kasih sayang dari orang tua atau dari
sesama anggota keluarga. Mengingat arti penting pranata keluarga tersebut, maka
perlu diciptakan suasana keluarga yang harmonis sehingga dapat digunakan
sebagai tempat pendidikan anak yang pertama dan utama.
b . Pranata Agama
1 ) Pengertian Agama
Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta mencakup pula
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antarmanusia dan antara manusia
dengan lingkungannya. Jika dilihat dari sudut pandang sosiologi, agama memiliki
arti yang lebih luas, karena mencakup juga aliran kepercayaan (animisme atau
dinamisme) yang sebenarnya berbeda dengan agama.
2 ) Peran atau Fungsi Pranata Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat penganut agama. Berbagai
jenis agama dan kepercayaan tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu pranata, yaitu norma yang mengatur
hubungan antarmanusia, antara manusia dengan alam, dan antara manusia
dengan Tuhannya sehingga ketenteraman dan kedamaian batin dapat dikembangkan.
Sebagai salah satu bentuk pranata sosial, pranata agama memiliki beberapa
fungsi berikut ini.
a) Fungsi ajaran atau aturan; memberi
tujuan atau orientasi sehingga timbul rasa saling hormat antarsesama manusia.
Agama juga dapat menumbuhkan sikap disiplin, pengendalian diri, dan
mengembangkan rasa kepekaan sosial. Tiap-tiap ajaran agama pada dasarnya
mengarah ke satu tujuan, yaitu kebaikan.
b) Fungsi hukum; memberikan aturan
yang jelas terhadap tingkah laku manusia akan hal-hal yang dianggap benar dan
hal-hal yang dianggap salah.
c) Fungsi sosial; sehubungan dengan
fungsi hukum, aturan agama juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial
manusia, yaitu sebagai dasar aturan kesusilaan dalam masyarakat, misalnya dalam
masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, perkawinan, kesenian, arsitektur
bangunan, dan lain-lain.
d) Fungsi ritual; ajaran agama memiliki
cara-cara ibadah khusus yang tentu saja berbeda dengan agama lainnya. Seseorang
yang telah menentukan agamanya, harus mau menjalankan ibadah sesuai yang
diperintahkan Tuhan dengan ikhlas sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam
kitab suci. Dengan mendalami dan memahami ajaran agama, seseorang akan
mengetahui sanksi yang akan diterimanya jika ia melakukan pelanggaran. Hal ini
akan membuat orang melakukan pengendalian diri agar dapat selalu menjauhi
larangan-Nya dan berusaha selalu melakukan perintah-Nya.
e) Fungsi transformatif; agama dapat
mendorong manusia untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Misalnya,
dengan agama, umat manusia mampu menciptakan karyakarya seni besar, seperti
candi, masjid, dan bangunan-bangunan lainnya; penyebab timbulnya penjelajahan
samudra salah satunya didorong oleh keinginan menyebarkan agama. Pada umumnya,
suatu agama memiliki aturan yang berbeda dengan ajaran agama lain. Oleh karena
itu, kita harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat agar tidak
terjebak dalam fanatisme agama yang berlebihan. Dengan kata lain, kita harus
mampu menyeimbangkan antara hubungan vertikal kita dengan Tuhan (melalui ajaran
agama) dan hubungan horizontal kita dengan sesama manusia atau masyarakat. Bila
keadaan ini dapat kita ciptakan dan pelihara, maka akan tercipta suatu
kehidupan keagamaan yang serasi dan saling menghormati sebagaimana termuat
dalam butir II sila I Pancasila, “Hormat menghormati dan bekerja sama antara
pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga
terbina kerukunan hidup”.
c . Pranata Ekonomi
1 ) Pengertian Ekonomi
Secara umum, ekonomi diartikan sebagai cabang ilmu mengenai
asas-asas produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang serta kekayaan
(seperti halnya keuangan, perindustrian, dan perdagangan). Dalam hal ini,
ekonomi diartikan sebagai tata tindakan dalam memanfaatkan uang, tenaga, waktu,
atau barang-barang berharga lainnya.
2 ) Peran atau Fungsi Pranata Ekonomi
Pranata ekonomi merupakan bagian dari pranata sosial yang mengatur
kegiatan ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi barang/jasa yang
dibutuhkan manusia.
Pranata ekonomi ada dan diadakan oleh masyarakat dalam rangka
mengatur dan membatasi perilaku ekonomi masyarakat agar dapat tercapai
keteraturan dan keadilan dalam perekonomian masyarakat. Pranata ekonomi muncul
sejak adanya interaksi manusia, yaitu sejak manusia mulai membutuhkan barang
atau jasa dari manusia lain. Bentuk paling sederhana dari pelaksanaan pranata
ekonomi adalah adanya sistem barter (tukar menukar barang). Akan tetapi, untuk
kondisi saat ini, sistem barter telah jarang digunakan dan sulit untuk
diterapkan. Secara umum, peran-peran pranata ekonomi dapat dibedakan atas peran
pranata ekonomi produksi, peran pranata ekonomi distribusi, dan peran pranata
ekonomi konsumsi.
a) Peran pranata ekonomi produksi
Kegiatan produksi meliputi unsur-unsur bahan dasar, modal, tenaga
kerja, dan manajemen. Pemanfaatan unsurunsur produksi tersebut harus melalui
aturan yang berlaku agar tercapai suatu keseimbangan dan keadilan sosial.
Sebagai contoh, penggunaan tenaga kerja harus memenuhi beberapa syarat, antara
lain, usia pekerja, jam kerja, jam lembur, upah kerja, hak cuti, dan
sebagainya. Di dalam pemanfaatan sumber daya alam, pranata ekonomi berperan
dalam menjaga keseimbangan dalam pemanfaatannya. Aturan-aturan dibuat sedemikian
rupa sehingga para pelaku produksi dapat memanfaatkan ketersediaan sumber daya
alam secara efektif dan efisien. Beberapa aturan dalam pemanfaatan sumber daya
alam di Indonesia, antara lain, dilakukan dengan cara-cara berikut ini.
(1) Monopoli pemerintah; dilakukan oleh negara untuk menjamin
ketersediaan suatu sumber produksi. Pada umumnya sumber-sumber produksi
tersebut sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya
minyak, air, listrik, dan lain-lain.
(2) Monopoli swasta; dilakukan oleh pihak swasta melalui perjanjian
atau kontrak kerja khusus dengan pemerintah untuk memanfaatkan suatu sumber
daya alam tertentu. Contoh monopoli swasta adalah monopoli garam, monopoli
cengkih, Hak Pengusahaan Hutan, dan lainlain.
(3) Kuota; dilakukan pemerintah untuk membatasi produksi dan
konsumsi terhadap suatu barang atau sumber alam. Hal ini dimaksudkan agar
produksi dan pengolahan sumber daya alam tersebut dapat dilakukan dengan hemat
atau tidak berlebihan.
(4) Proteksi; dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi
produk lokal dari persaingan produk luar negeri (impor). Dalam hal ini,
pemerintah memandang bahwa produk lokal akan kalah bersaing dengan produk
impor, sehingga pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk impor
tertentu atau bahkan melarangnya sama sekali.
b) Peran pranata ekonomi distribusi
Distribusi merupakan kegiatan menyalurkan barang hasil produksi ke
konsumen untuk dikonsumsi. Pendistribusian penting dilakukan untuk mencapai
kemakmuran rakyat dengan cara memeratakan ketercukupan kebutuhan rakyat akan
barang atau jasa. Dengan adanya proses distribusi, maka produsen dapat menjual
hasil produknya dan konsumen dapat memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan.
Melalui distribusi pulalah, arus perdagangan dapat berjalan.
c) Peran pranata ekonomi konsumsi
Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan nilai guna
suatu barang atau jasa. Penggunaan atau pemanfaatan nilai guna barang atau jasa
tersebut dapat dilakukan sekaligus ataupun secara berangsurangsur. Pemenuhan
kebutuhan manusia dalam berkonsumsi dipengaruhi oleh kemampuan manusia yang
diukur melalui tingkat pendapatan atau penghasilan. Hal yang harus diperhatikan
adalah kebutuhan manusia dalam berkonsumsi tidak terbatas, sedangkan kemampuan
manusia terbatas. Oleh karena itu, manusia harus pandai-pandai membelanja-kan
uangnya sesuai dengan tingkat kebutuhan. Berdasarkan peran-peran tersebut,
dapatlah disimpulkan bahwa peran atau fungsi pokok pranata ekonomi adalah
mengatur kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan
lancar, tertib dan dapat memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi
dampak negatif yang ditimbulkan.
d. Pranata Pendidikan
1 ) Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran atau pelatihan. Di Indonesia, pendidikan dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan luar sekolah
(pendidikan nonformal). Pada perkembangannya, ada beberapa ahli sosiologi yang
menambahkan satu golongan pendidikan lagi, yaitu pendidikan yang diperoleh
melalui pengalaman atau kehidupan sehari-hari (pendidikan informal).
2) Peran atau Fungsi Pranata Pendidikan
2) Peran atau Fungsi Pranata Pendidikan
Pranata pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia agar mampu
mencari nafkah hidup saat ia dewasa kelak. Persiapan-persiapan yang dimaksud,
meliputi kegiatan dalam:
a) meningkatkan
potensi, kreativitas, dan kemampuan diri;
b) membentuk kepribadian
dan pola pikir yang logis dan sistematis; serta
c) mengembangkan sikap cinta tanah air.
c) mengembangkan sikap cinta tanah air.
Dengan pranata pendidikan, diharapkan hasil sosialisasi akan
membentuk sikap mental yang cocok dengan kehidupan di masa sekarang dan yang
akan datang.
e. Pranata Politik
1 ) Pengertian Politik
Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan,
meliputi segala urusan dan tindakan atau kebijakan mengenai pemerintahan negara
atau terhadap negara lain. Di dalam hal ini, yang dimaksud politik adalah semua
usaha dan aktivitas manusia dalam rangka memperoleh, menjalankan, dan
mempertahankan kekuasaan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan
negara.
Pranata politik adalah serangkaian peraturan, baik tertulis ataupun
tidak tertulis yang berfungsi mengatur semua aktivitas politik dalam masyarakat
atau negara. Di Indonesia, pranata politik tersusun secara hierarki, berikut
ini.
a) Pancasila
b) Undang-Undang Dasar 1945
c) Ketetapan MPR
d) Undang-Undang
e) Peraturan Pemerintah
f) Keputusan Presiden
g) Keputusan Menteri
h) Peraturan Daerah
c) Ketetapan MPR
d) Undang-Undang
e) Peraturan Pemerintah
f) Keputusan Presiden
g) Keputusan Menteri
h) Peraturan Daerah
Pranata-pranata tersebut diciptakan masyarakat Indonesia sesuai
dengan jenjang kewenangannya masing-masing, dan dimaksudkan untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan negara.
2 ) Fungsi atau Peran Pranata Politik
Seperti halnya pranata sosial lainnya, pranata politik juga
mempunyai peran atau fungsi. Beberapa peran atau fungsi pranata politik, antara
lain, meliputi hal-hal berikut ini.
a) Pelindung dan penyaluran aspirasi/hak asasi
manusia; sesuai dengan UUD’45, bahwa masyarakat mempunyai hak dan kewajiban
yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
rakyat berhak berpolitik sejauh tetap mematuhi kaidah-kaidah politik yang telah
ditetapkan.
b) Memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat; dalam hal ini
rakyat secara langsung mulai dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan.
Rakyat ditempatkan sebagai subjek dan bukannya objek kebijakan. Dengan cara
ini, akan dapat tercapai keberhasilan pembangunan dan meningkatkan stabilitas
sosial.
c) Meningkatkan kesadaran berpolitik di kalangan masyarakat; hal
ini terlihat dari meningkatnya keikutsertaan masyarakat dalam pemilu, kesadaran
dalam mengawasi jalannya pemerintahan, dan adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas
pemerintah.
B. PENYIMPANGAN SOSIAL
1. Pengertian Penyimpangan Sosial
Penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan
diri dengan kehendak masyarakat. Dengan kata lain, penyimpangan adalah tindakan
atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam
lingkungan baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penyimpangan terjadi
apabila seseorang atau kelompok tidak mematuhi norma dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Penyimpangan terhadap nilai dan norma dalam masyarakat
disebut dengan deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang
melakukan penyimpangan disebut divian (deviant).[1]
Pada masyarakat tradisional penyimpangan jarang sekali terjadi dan
dapat dikendalikan. Sebaliknya, pada masyarakat modern, penyimpangan dirasa
semakin banyak dan bahkan seringkali menimbulkan kerugian yang sangat besar
bagi pihak lainnya. Salah satu bentuk penyimpangan adalah penyimpangan sosial.
Seperti halnya kebudayaan yang bersifat relatif maka penyimpangan
sosial juga bersifat relatif. Artinya, penyimpangan sosial sangat tergantung pada
nilai dan norma sosial yang berlaku. Suatu tingkah laku dapat dikatakan
menyimpang oleh suatu masyarakat, namun belum tentu dianggap menyimpang oleh
masyarakat lain yang memiliki norma dan nilai yang berbeda.
Pengertian penyimpangan sosial sangat beragam. Berikut ini
pengertian penyimpangan sosial yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.
James W van de Zanden, penyimpangan sosial sebagai perilaku yang
oleh sejumlah besar orang dianggap tercela dan di luar batas toleransi.
Bruce J. Cohen, penyimpangan sosial sebagai perbuatan yang
mengabaikan norma dan terjadi jika seseorang atau kelompok tidak mematuhi
patokan baku dalam masyarakat (dalam buku Sosiologi : Suatu Pengantar,
Terjemahan).
Robert M.Z. Lawang, penyimpangan sosial sebagai semua tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari pihak yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki
perilaku yang menyimpang (dalam buku materi pokok pengantar sosiologi).
Penyimpangan sosial terlihat dalam bentuk perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang disebut nonkonformitas. Jadi, pada dasarnya perilaku
menyimpang adalah perilaku yang menyimpang atau sifat sesuai dengan norma dan
nilai-nilai yang dianut masyarakat atau kelompok, baik secara sengaja ataupun tidak
sengaja.
2. Penyebab Perilaku Menyimpang[2]
Terjadinya perilaku menyimpang haruslah dilihat dari situasi dan
kondisi masyarakat yang ada. Setiap individu memiliki latar belakang kehidupan
yangberbeda maka hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku
yang berlainan. Tidak semua individu mampu mengidentifikasi diri dengan nilai
dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini berarti gagalnya proses
sosialisasi sehingga cenderung menerapkan pola-pola perilaku yang salah dan
menyimpang.
Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya perilaku yang menyimpang
adalah sebagai berikut.
a. Keadaan keluarga yang carut-marut (Broken Home)
Keluarga merupakan tempat di mana anak atau orang pertama kali
melakukan interaksi dengan orang lain. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat
kuat dalam pembentukan watak (perangai) seseorang. Oleh karena itulah keadaan
keluarga akan sangat mempengaruhi perilaku orang yang menjadi anggota keluarga
tersebut. Dalam keluarga yang broken home biasanya hubungan antar anggota
keluarga menjadi tidak harmonis. Keadaan keluarga tidak bisa memberikan
ketentraman dan kebahagiaan pada anggota keluarga. Masing-masing anggota
keluarga tidak bisa saling melakukan kendali atas perilakunya. Akibatnya setiap
anggota keluarga cenderung berperilaku semaunya, dan mencari kebahagiaan di luar
keluarga. Ia tidak menyadari lagi, apakah perilakunya itu melanggar norma-norma
kemasyarakatan atau tidak, yan penting mereka merasa bahagia. Hal inilah yang
mendorong terjadinya penyimpangan sosial dari masing-masing anggota keluarga.
b. Persoalan Ekonomi
Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dapat mendorong orang
melakukan kegiatan apa saja, asal bisa memperoleh sesuatu yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Tidak jarang orang mengkhalalkan segala
cara untuk mendapatkan uang atau sesuatu, yang dapat memenuhi kebutuhan
ekonominya. Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan kegiatan tanpa
menghiraukan norma-norma dan aturan masyarakat. Akibatnya terjadilah
penyimpangan sosial dari orang yang bersangkutan.
c. Pelampiasan rasa kekecewaan
Penyimpangan sosial bisa juga terjadi sebagai bentuk pelampiasan
rasa kecewa seseorang. Apa akibatnya, jika orang mencintai sesorang, tetapi
cintanya ditolak oleh orang yang dicintainya? Apa akibatnya jika seorang anak
menginginkan sepeda atau motor, tetapi keinginannya tidak pernah terpenuhi? Apa
akibatnya, jika seorang siswa tidak lulus ujian, pada hal ia sangat berharap
lulus ujian? Tentu rasa kecewa yang ia dapatkan. Kekecewaan ini dapat mendorog
orang atau anak yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu yang tanpa kendali.
Pelampiasan rasa kekecewaan dapat menimbulkan perilaku di luar kendali orang
yang besangkutan. Bahkan ia tidak lagi menghiarukan norma-norma maupun aturan
kemasyarkatan, yang penting ia bisa melampiaskan kekecewaannya. Hal inilah yang
selanjutnya menimbulkan penyimpangan sosial dari orang /anak tersebut.
d. Pengaruh lingkungan masyarakat
Penyimpangan sosial bisa juga bterjadi karena pengaruh lingkungan.
Orang yang hidup di lingkungan penjudi, akan cenderung ikut berjudi; orang yag
berada di lngkungan peminum (pemabuk), akan cenderung ikut mabuk-mabukan; orang
yang hidup di lingkungan preman, akan cenderung berperilaku seperti preman.
Contoh-contoh tersebut menggambarkan betapa lingkungan mudah mempengaruhi
perilaku seseorang yang berada di lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, apabila kehidupan lingkungan tidak sesuai dengan
norma-norma sosial, maka orang yang berada di lingkungan tersebut cenderung
juga berperilaku menyimpang. Akibatnya terjadilah penyimpangan-penyimpangan
sosial yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lingkungan tersebut.
e. Ketidaksanggupan menyerap nilai dan norma yang berlaku
Hal ini umumnya terjadi pada para pendatang baru (penduduk baru) di
lingkungan yang baru. Para pendatang baru yang tidak mampu menyerap nilai dan
norma yang berlaku atau tidak sanggup menyerap atau memahami norma budaya
masyarakat akan cenderung tidak mampu melakukan kegiatan yang sesuai dengan
harapan masyarakat. Perilaku orang ini cenderung semaunya, karena
ketidaktahuannya terhadap norma-norma dan budaya yang ada di masyarakat. Hal
inilah yang memungkinkan orang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
norma-norma dan budaya kemasyarakatan. Karena ketidatahuannya terhadap nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat timbullah penyimpangan-penyimpangan sosial
dari perilaku orang tersebut.
f. Pengaruh kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi melahirkan berbagai alat komunikasi dan alat
hiburan yang serba canggih. Televesi (TV) dan internet merupakan hasil kemajuan
teknologi. Program (acara) televisi tidak semuanya cocok untuk konsumsi
anak-anak. Tetapi banyak anak-anak menikmati acara TV yang seharusnya bukan
konsumsiya. Misalnya: acara TV film keras, menyebabkan anak berperangai keras.
Perangai keras ini dapat menibulkan perilaku keras pada anak tersebut yang
cenderung menyimpang dari kebiasaan masyarakat. Interet dapat disalahgunakan
untuk mendapatkan gambar-gambar porno. Akibatnya anak-anak yang belum cukup
umur sudah menikmati gambar-gambar porno. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap perilaku anak tersebut. Besar kemungkinan anak akan berperilaku seks
yang menyimpang. Ini berarti anak telah melakukan penyimpangan terhadap
norma-norma sosial.
3. Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang
Pembentukan perilaku menyimpang dapat terjadi karena proses
sosialisasi yang tidak sempurna dan nilai-nilai subkebudayaan menyimpang.
1) Proses sosialisasi yang tidak sempurna
Dalam proses sosialisasi yang sangat berperan adalah agents of
sosialization atau pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi. Adapun agen-agen
sosialisasi terdiri atas:
a. keluarga,
b. sekolah,
c. kelompok pergaulan, dan
d. media massa.
Para agen sosialisasi menyampaikan pesan-pesan yang berbeda antara
orang tua dengan lainnya. Hal-hal yang diajarkan oleh keluarga mungkin berbeda
dengan yang disampaikan oleh agen di sekolah. Contoh: Perilaku yang dilarang
oleh keluarga dan sekolah, seperti penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual,
membolos, merokok, berkelahi, dan lain-lain diperoleh dari agen sosialisasi,
kelompok pergaulan dan media massa.
Proses sosialisasi seolah-olah tidak sempurna karena tidak sepadan
antara agen sosialisasi satu dengan yang lain. Proses sosialisasi yang tidak
sempurna antara lain disebabkan oleh:
Terjadinya disorganisasi keluarga yaitu perpecahan dalam keluarga
sebagai satu unit, karena anggota keluarga gagal dalam memenuhi kewajibannya
yang sesuai dengan perannya.
Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam berbagai aspek
kemasyarakatan. Dalam keadaan kacau, nilai dan norma tidak berfungsi sehingga
banyak sekali penyimpangan.
2) Perilaku menyimpang sebagai hasil proses sosialisasi nilai-nilai
sub kebudayaan menyimpang
Dalam proses sosialisasi, seseorang mungkin dipengaruhi oleh
nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, sehingga terbentuklah perilaku
menyimpang. Contoh: seorang anak dibesarkan pada lingkungan yang menganggap
perbuatan minum-minuman keras, pelacuran, dan perkelahian sebagai hal yang
biasa, maka anak tersebut akan melakukan perbuatan menyimpang yang serupa.
Menurut ukuran masyarakat luas, perbuatan anak tersebut jelas bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku, maka perbuatan anak tersebut dapat
dikategorikan menyimpang.
Perilaku menyimpang tersebut banyak berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat. Perilaku menyimpang dapat disebabkan oleh anomi. Secara sederhana
anomi diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat tanpa norma.
Konsep anomi yang dikemukakan oleh Emilie Durkheim adalah keadaan
yang kontras antara pengaruh subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam
masyarakat. Seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan untuk ditaati bersama.
Keadaannya menjadi chaos atau kekacauan yang sulit diatasi. Padahal
cukup banyak aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam masyarakat yang
disebut konformitas. Jika aturan ini dilanggar disebut deviasi. Apabila
pelanggaran sudah dianggap biasa, karena toleransinya pengawasan sosial,
penyimpangan itu akhirnya menjadi konformitas. Contoh: perbuatan menyuap
seakan-akan menjadi konformitas, dan perbuatan siswa mencontek pada waktu
ulangan.
Menurut Robert K. Merton keadaan anomi dapat menyebabkan
penyimpangan sosial. Dikatakan bahwa dalam proses sosialisasi individu-individu
belajar mengenal tujuan-tujuan penting dalam kebudayaan dan juga mempelajari
cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan budaya tersebut.
Anomi terjadi karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya
dengan cara-cara untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Menurut Merton, ada
lima tipologi tingkah laku individu untuk menghadapi hal tersebut yaitu
konformitas, inovasi ritualisme, pengasingan diri, dan pem-berontakan.
Konformitas
Konformitas merupakan suatu sikap menerima tujuan yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh
: seseorang yang ingin lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil tidak memakai joki
atau contek, tetapi dengan cara belajar sungguh-sungguh. Belajar merupakan cara
untuk mencapai tujuan-tujuan yang disetujui dan sudah melembaga dalam
masyarakat, sedangkan menjadi PNS merupakan tujuan yang sesuai dengan nilai
budaya. Sikap konformitas ini bukan merupakan keadaan anomis.
Inovasi
Inovasi merupakan suatu sikap menerima tujuan yang sesuai dengan
nilai budaya, tetapi menolak cara-cara yang melembaga untuk mencapai tujuan.
Contoh: masyarakat mendorong semua anggota masyarakat untuk memperoleh kekayaan
yang melimpah. Namun, kenyataannya hanya beberapa orang yang berhasil
memperoleh dengan menggunakan cara-cara yang disetujui. Mereka melihat betapa
kecilnya kemungkinan untuk berhasil jika mematuhi peraturan, maka mereka
berupaya untuk melanggar peraturan yang ada misalnya korupsi.
Retualisme
Retualisme merupakan sikap menerima cara-cara yang melembaga,
tetapi menolak tujuan-tujuan kebudayaannya. Contoh sikap seenaknya dan
berbincangbincang dengan temannya pada waktu upacara. Hal ini menandakan bahwa
ia telah melupakan makna upacara.
Pengasingan
Pengasingan diri merupakan sikap yang menolak tujuan maupun
cara-cara untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya. Contoh :
seseorang yang menjadi pemabuk berat karena frustasi, sehingga dia tidak
memperhatikan keluarga, dan pekerjaan. Ia mengasingkan diri dari kehidupan
masyarakat normal.
Pemberontakan
Pemberontakan merupakan sikap yang menolak tujuan dan cara-cara
yang melembaga dan berupaya menggantikannya dengan tujuan dan cara baru atau
lain. Contoh: kaum revolusioner.
4. Bentuk-Bentuk Penyimpangan[3]
1. Penyimpangan Primer
Penyimpangan ini hanya bersifat sementara dan tidak diulang
kembali. Individu yang melakukan penyimpangan ini masih tetap sebagai orang
yang dapat diterima secara sosial. Jadi, gaya hidupnya tidak didominasi oleh
pola perilaku menyimpang.
Ciri-cirinya penyimpangan primer sebagai berikut :
a. hanya bersifat sementara,
b. gaya hidup tidak didominasi oleh perilaku menyimpang, dan
c. masih dapat diterima secara sosial
Contoh mengendarai sepeda motor melampaui batas kecepatan maksimal,
memanipulasi jumlah pajak kekayaan, dan lain-lain.
2. Penyimpangan Sekunder
Seseorang secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang dan secara
umum dikenal sebagai seseorang yang menyimpang. Masyarakat tidak menginginkan
individu semacam ini.
Ciri-ciri penyimpangan sekunder sebagai berikut:
a. masyarakat tidak bisa menerima individu semacam itu ,
b. masyarakat umum telah mengetahuinya, dan
c. gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang
Contoh seorang pemabuk yang hidup di tengah masyarakat yang
antimabuk, pembunuhan, dan penodongan.
3. Penyimpangan Individu
Apabila seseorang melakukan penyimpangan dari sub-kebudayaan yang
telah mapan dan nyata-nyata menolak norma-norma tersebut, maka ia disebut
sebagai penyimpang individual.
Ciri-ciri penyimpangan individu sebagai berikut:
a. bertindak sendirian,
b. tidak merencanakan penyimpangan dengan siapa pun
Contoh: pembunuhan yang dilakukan sendiri, atau mencuri seorang
diri. menjadi penyimpangan kelompok.
4. Penyimpangan Kelompok
Penyimpangan kelompok adalah kegiatan yang dilakukan kelompok
secara kolektif dengan cara yang bertentangan terhadap norma-norma yang
berlaku. Contoh: gang kejahatan, sindikat terorisme, mafia. Kelompok ini
mempunyai seperangkat norma, nilai sikap, dan tradisi-tradisi tersendiri.
Selaku anggota mafia, masing-masing berpegang teguh pada aturan main mafia.
5. Sifat-Sifat Penyimpangan[4]
Penyimpangan sosial mempunyai dua sifat yaitu bersifat positif dan
negatif:
Penyimpangan yang Bersifat Positif
Penyimpangan ini tidak sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma
yang berlaku. Misalnya: melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan
mereka. Ibu rumah tangga berprofesi sebagai kondektur karena alasan ekonomi.
Penyimpangan yang Bersifat Negatif
Pada umumnya penyimpangan ini cenderung ke arah nilai-nilai sosial
yang dipandang rendah dan buruk sehingga masyarakat mencela dan mengucilkan
misalnya, pembunuhan, perampok, penjaja komersial seks, dan lain-lain.
Ada berbagai jenis penyimpangan sosial yang terjadi dalam keluarga
ataupun masyarakat. Berikut ini beberapa contoh penyimpangan sosial, antara
lain yaitu penyalahgunaan narkotika, perkelahian pelajar, perilaku seksual di
luar nikah, perilaku kriminal, dan homoseksualitas.
6. Contoh Penyimpangan Sosial
1) Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan narkotika dengan dosis teratur dapat bermanfaat
seperti untuk keperluan kesehatan, yaitu suntikan dalam proses pembedahan atau
pada operasioperasi sehingga orang tidak merasakan sakit ketika dilaksanakan
suatu operasi.
Namun, penggunaan dengan dosis melampaui ukuran normal dapat
menimbulkan efek negatif, yakni overdosis. Dalam kondisi seperti ini orang akan
mengalami penurunan kesadaran, yaitu setengah sadar dan ingatannya menjadi
kacau. Menurut hasil penelitian ilmiah Dr. Graham Baliane (psikiater),
mengemukakan bahwa alasan seorang remaja yang menggunakan narkotika adalah:
Membuktikan keberaniannya dalam melakukan tindakan-tindakan yang
berbahaya;
Menunjukkan tindakan yang menentang otoritas orang tua, guru, dan
norma sosial;
Mempermudah penyaluran perilaku seks;
Melepaskan diri dari kesepian;
Mencari dan menemukan arti hidup;
Mengisi kekosongan;
Menghilangkan frustasi dan kegelisahan hidup;
Mengikuti kawan-kawan, karena tidak ingin dikatakan sebagai
pecundang;
Sekadar iseng-iseng dan didorong rasa ingin tahu.
Penyalahgunaan narkotika dan zat-zat lain yang sejenisnya merupakan
perbuatan yang merusak dengan segala akibat negatifnya. Seseorang yang sudah
merasa tergantung akan narkotika bisa merugikan diri sendiri dan hancurnya
kehidupan masa depan.
Beberapa jenis tanaman bahan narkotika dan obat bius, antara lain
sebagai berikut.
a) Candu dan opium yang berasal dari
tumbuhan Papaver somniferum.
b) Morfin merupakan zat yang
diperoleh dari candu. Umumnya morfin berwarna putih dan berwujud bubukan serta
berasa pahit. Jenis lainnya adalah heroin dan kokain.
c) Alkohol mempunyai sifat
menimbulkan gangguan pada susunan saraf. Apabila diminum pada awalnya akan
merasa senang, akan tetap lama kelamaan dapat menimbulkan kesadarannya
merendah, badan terganggu dan lain sebagainya.
d) Kokain diperoleh dari tumbuhan
Erythroxylon coca, termasuk jenis tumbuhann semak yang tingginya 2 cm. Daunnya
mengandung zat pembius, banyak dipakai untuk operasi.
e) Ganja atau mariyuana diperoleh
dari tumbuhan yang bernama Canabis Sativa. Cocok di daerah tropis dan sub
tropis.
f) Kafein yang terkandung dalam
kopi memengaruhi susunan saraf dan jantung.
g) LSD (Lusergic acid Diethylamide)
dapat menyebabkan halusinasi atau bayangan dengan bermacam-macam khayalan.
h) Tembakau mengandung racun nikotin
yang keras. Nikotin merangsang susunan urat saraf sehingga dapat menimbulkan
ketagihan.
2) Perilaku Seksual di Luar Nikah
Adanya gambar-gambar porno baik itu di media cetak dan media
elektronik dapat mendorong timbulnya perilaku seksual di luar nikah. Hubungan
seksual di luar pernikahan dianggap sebagai pelanggaran norma, baik itu norma
agama maupun norma sosial yang ada. Oleh karena itu, sejak dulu manusia telah
membuat seperangkat aturan tata nilai dan norma-norma yang mengatur hubungan
perilaku seksual, agar fungsi reproduksi manusia dapat berlangsung tanpa
mengganggu ketertiban sosial.
Akibat penyimpangan seksual yang paling mengerikan saat ini adalah
penyakit AIDS. AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya virus
yang dapat merusak jaringan tubuh manusia sehingga dapat menimbulkan kematian.
Virus tersebut lebih dikenal dengan nama HIV (Human Immuno Deciency Virus).
Virus ini adalah suatu virus yang menyerang sel darah putih manusia yang
mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah diserang penyakit.
Virus HIV dapat menular lewat tranfusi darah, pencangkokan organ tubuh, pemakaian
jarum suntik secara berlebihan, hubungan seks tidak aman, dan lain-lain.
Secara umum tanda-tanda seseorang terkena penyakit AIDS, yaitu
sebagai berikut.
a. Demam tinggi lebih dari satu bulan.
b. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat.
c. Diare lebih dari satu bulan.
d. Batuk berkepanjangan lebih dari satu bulan.
3) Perilaku Kriminal Lainnya
Perilaku kriminal seperti pencurian, perampokan, dan pembunuhan
juga termasuk dalam perilaku menyimpang yang sering dilakukan oleh orang-orang
yang tidak mempunyai tanggung jawab sosial. Pelakunya dapat dikenai hukuman
mati, penjara, atau pencabutan hak-hak oleh negara. Sanksi yang tegas tersebut
dimaksudkan untuk menekan dan mengendalikan tindakan kriminal yang dilakukan
oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
Pada dasarnya kriminalitas adalah semua bentuk perilaku warga
masyarakat yang telah dewasa dan bertentangan dengan norma-norma hukum,
terutama adalah hukum pidana. Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya
kriminalitas, yaitu dengan adanya kepincangan sosial, tekanan mental, dan
kebencian. Bisa juga karena adanya perubahan masyarakat dan kebudayaan yang
cepat tetapi tidak dapat diikuti oleh seluruh anggota masyarakat, sehingga
tidak terjadi penyesuaian yang sempurna.
4) Homoseksualitas
Homoseksualitas adalah kecenderungan seseorang untuk tertarik
kepada sesama jenis kelamin sebagai mitra seksualnya. Tindakan homoseksualitas
bertentangan dengan norma sosial dan norma agama.
5) Kenakalan Remaja
Masalah kenakalan remaja sering menimbulkan kecemasan sosial karena
remaja sebagai generasi penerus terperosot ke arah perilaku negatif. Menurut
Prof. Dr. Fuad Hasan, kenakalan remaja adalah perbuatan antisocial yang
dilakukan oleh remaja, bila hal ini dilakukan orang dewasa termasuk tindak
kejahatan.
Pendapat lain menyatakan bahwa semua perbuatan penyelewengan norma
yang menimbulkan kerusakan masyarakat dan dilakukan remaja. Remaja yang
dimaksud adalah mereka yang berusia antara 12 tahun sampai dengan 18 tahun
serta belum menikah.
6) Perkelahian Pelajar
Perkelahian pelajar sebenarnya termasuk dalam kenakalan remaja
karena merupakan bentuk perilaku menyimpang. Perilaku semacam ini sering
disebut dengan istilah tawuran.
Tawuran berbeda dengan per-kelahian satu lawan satu. Perkelahian
satu lawan satu tidak mendatangkan akibat luas, bahkan sebagian masyarakat
menganggap sebagai lambing sportivitas dan kejantanan. Perkelahian pelajar
berkaitan dengan krisis moral akrena tindakannya berlawanan dengan norma agama atau
norma sosial. Biasanya para pelajar yang terlibat perkelahian tidak memikirkan
risiko yang akan ditanggung kemudian.
C. PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam kehidupan bermasyarakat, pengendalian sosial sangatlah
diperlukan. Karena hal ini merupakan salah satu upaya agar perilaku anggota
masyarakat dapat disesuaikan dengan kaidah dan norma yang berlaku. Berdasarkan
pada sifatnya yang behavioris, manusia selalu mengalami gejolak perubahan. Ada
perubahan yang bersifat positif, tetapi ada juga yang berubah ke arah yang
negatif. Untuk itulah, upaya pengendalian dalam masyarakat sangat diperlukan
karena apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah-kaidah yang berlaku akan
menimbulkan terjadinya pertentangan kepentingan sehingga akan menimbulkan
kegoncangan-kegoncangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, jadikanlah agama
sebagai penuntun hidup. Apabila seseorang hendak menyimpang, tuntun dan
bimbinglah ia ke jalan yang benar. Materi ini mempelajari, memahami, dan
mengetahui upaya pengendalian penyimpangan sosial dalam masyarakat.[5]
1. Pengertian Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial merupakan tindakan ‘pengawasan’ terhadap
kegiatan atau perilaku anggota-anggota masyarakat (kelompok) agar tidak
menyimpang dari norma dan nilai sosial yang berlaku. Pengendalian sosial (social
control) telah ada sejak manusia hidup berkelompok. Pengendalian sosial (social
control) juga dapat diartikan sebagai cara dan proses pengawasan yang
direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak, mendidik,
atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi norma dan nilai yang
berlaku.
Adapun pengertian pengendalian sosial menurut beberapa ahli
sosiologi adalah sebagai berikut:
1. Menurut Bruce J. Cohen
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan
untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok
atau masyarakat luas tertentu.
2. Menurut Peter Berger
Pengendalian sosial adalah cara yang dipergunakan masyarakat untuk
menertibkan anggota yang menyimpang.
3. Menurut Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak di mana
individu dibujuk, diajarkan, dan dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan
dan nilai hidup kelompok.
2. Ruang Lingkup Pengendalian Sosial
Berikut ini adalah ruang lingkup pengendalian sosial:
Individu dengan individu, misalnya seorang siswa menasihati
temannya yang melanggar rambu lalu lintas.
Individu dengan kelompok, misalnya seorang guru sedang mengawasi
ujian siswanya.
Kelompok dengan kelompok, contohnya anggota DPR menasehati
pemerintah untuk meninjau kembali keputusan pemerintah tentang resolusi DKK PBB
terhadap Iran.
Kelompok terhadap individu, contohnya pemain kesebelasan sepakbola
memprotes kepemimpinan wasit.
3. Ciri-Ciri Pengendalian Sosial
Secara spesifik pengendalian sosial memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:[6]
Pengendalian sosial sebagai suatu cara, metode, atau teknik
tertentu yang dipergunakan masyarakat untuk mengatasi ataupun mencegah
terjadinya penyimpangan sosial.
Pengendalian sosial dipergunakan untuk mewujudkan keselarasan
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus terjadi di suatu
masyarakat.
Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok
lain, atau oleh suatu kelompok terhadap individu.
Pengendalian sosial dilakukan secara timbal balik meskipun tidak
disadari oleh kedua belah pihak.
4. Tujuan Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial memiliki arti yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat, karena pengendalian sosial bertujuan:
Agar dapat terwujud keserasian dan ketenteraman dalam mayarakat.
Agar pelaku penyimpangan dapat kembali mematuhi normanorma yang
berlaku.
Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang berlaku baik
dengan kesadaran sendiri maupun dengan paksaan.
5. Fungsi Pengendalian Sosial
Fungsi pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
1. Mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma sosial
Dengan adanya aturan-aturan yang diberlakukan untuk warga
masyarakat sebagai bentuk pengendalian sosial, diharapkan masyarakat memiliki
kesadaran bahwa hidup bermasyarakat tidaklah dapat dilakukan secara seenaknya
sendiri, melainkan harus disesuaikan dengan aturan atau norma sosial, dan bukan
norma menurut dirinya sendiri.
2. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma
Dengan adanya pengendalian sosial dalam bentuk aturan atau norma
sosial, maka bagi yang melanggar akan memperoleh sanksi (imbalan negatif) dan
bagi warga yang menaati akan mendapatkan pujian (imbalan positif). Masyarakat
akan memberikan penilaian kepada warganya bukan berdasarkan kekayaan atau
penampilan lahiriahnya saja, melainkan sejauh mana ia menaati aturan yang
berlaku di masyarakat tersebut. Meskipun ia seorang yang kaya raya dan
berpenampilan meyakinkan, akan tetapi tidak pernah menaati aturan yang berlaku,
maka ia tetap akan dicela. Seringkali aturan yang dibuat pemerintah diabaikan
begitu saja oleh sebagian warga, maka tindakan tegas sering dilakukan oleh
aparat untuk menegakkan aturan tersebut.
3. Mengembangkan rasa malu
Budaya malu sebenarnya salah satu bentuk pengendalian sosial yang
sangat ampuh, apalagi bangsa Indonesia yang dikenal memiliki kebudayaan yang
mengutamakan perasaan. Untuk mengatasi makin meningkatnya kasus- kasus
pelanggaran hukum pemerintah pernah membuat kebijakan untuk menayangkan wajah
koruptor dan pelaku tindak kejahatan lainnya di televisi, dengan maksud
mempermalukan pelaku kejahatan. Hal ini bertujuan agar masyarakat jangan
melakukan hal yang sama jika tidak ingin dipermalukan di depan umum.
4. Mengembangkan rasa takut
Pada umumnya setiap aturan disertai dengan sanksi, baik secara
tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya bagi masyarakat adat yang melanggar
tradisi akan mendapatkan sanksi dikucilkan oleh kelompok sosialnya. Bagi orang
yang menyadari bahwa manusia hidup sebagai mahkluk sosial, dikucilkan oleh
kelompoknya merupakan suatu hukuman yang berat. Bagi yang dikucilkan, jika ia
diterima kelompok yang baru, itu pun pasti akan mengundang pertanyaan, mengapa
ia dijauhi oleh kelompok asalnya dan dicurigai hanya akan mencari keuntungan
sendiri, sehingga kelompok barunya tersebut belum bisa langsung menerima secara
penuh.
Demikian halnya bagi masyarakat modern, pelanggaran aturan akan
dikenai sanksi hukum. Orang yang pernah menjalani hukuman, apa pun penyebabnya
akan menjadi sebuah noda. Secara normal, tidak ada satu pun orang yang ingin
dicap sebagai noda bagi kelompok sosial mana pun, karena hal tersebut dapat
merusak citra atau nama baiknya, sehingga menghambat aktivitas sosialnya.
5. Menciptakan sistem hukum
Pengendalian sosial merupakan bentuk aturan yang merupakan bagian
dari sistem hukum. Pelaku penyimpangan sosial selain melanggar norma juga
dikategorikan melanggar hukum. Ciri khas produk hukum adalah adanya aturan yang
dilengkapi dengan sanksi tegas.
6. Tahapan Pengendalian Sosial
Sebagai suatu proses, pengendalian sosial yang berlaku dimasyarakat
dapat dibedakan menjadi berikut ini. [7]
1. Tahap Sosialisasi atau Pengenalan
Tahap sosialisasi atau pengenalan merupakan tahap awal proses
pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan pada bentuk-bentuk
penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan tersebut dimaksudkan
agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan diterimanya bila mereka melakukan
suatu tindakan penyimpangan sosial. Di dalam hal ini, tahap sosialisasi
bersifat preventif yang bertujuan mencegah perilaku penyimpangan sosial.
2. Tahap Penekanan Sosial
Tahap penekanan sosial dilakukan untuk mendukung terciptanya
kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai dengan pelaksanaan
sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan penyimpangan. Dengan adanya
sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat segan dan tidak mau
melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
3. Tahap Pendekatan Kekuasaan/Kekuatan
Pada tahap ini, terlihat adanya pihak pelaku pengendalian sosial
dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika tahap-tahap yang lain
tidak mampu mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan norma atau nilai yang
berlaku. Misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan
mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
7. Bentuk-Bentuk Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial yang ada di masyarakat antara lain berupa:
1. Teguran
Teguran dilakukan dari orang yang dianggap lebih berwibawa kepada
pelaku penyimpangan yang sifatnya ringan. Misalnya seorang ibu menegur anaknya
yang pulang terlambat dari jam biasanya.
2. Fraundulens
Frauddalens adalah meminta bantuan kepada pihak lain yang dianggap
dapat mengatasi masalah.
3. Intimidasi
Intimidasi adalah bentuk pengendalian dengan disertai tekanan,
ancaman, dan menakut-nakuti.
4. Ostrasisme atau pengucilan
Tindakan pengucilan bagi pelaku penyimpangan sosial seringkali
dilakukan pada masyarakat tradisional yang masih memegang teguh tradisi. Meski
demikian bukan berarti di era modern ini pengucilan tidak terjadi. Khususnya
bagi penderita HIV/AIDS meski tidak secara terang-terangan sebagian besar
masyarakat cenderung menghindari mereka dengan alasan takut tertular. Rendahnya
pemahaman masyarakat terhadap penularan virus HIV/AIDS membuat masyarakat
menjaga jarak dengan para penderita. Apalagi pandangan umum sering mengaitkan
penderita HIV/AIDS sebagai pelaku seks bebas dan pemakai narkoba. Para
penderita HIV/AIDS juga manusia yang memiliki hak yang sama dengan manusia
manusia lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya para penderita HIV/AIDS diterima
secara baik di tengah-tengah masyarakat dan sebisa mungkin kita memberikan
motivasi bagi mereka agar bersemangat untuk terus menjalani hidunya.
5. Kekerasan fisik
Pengendalian sosial secara fisik merupakan bentuk pengendalian
dengan memberikan tekanan dan kekerasan fisik terhadap pihak lain, seperti pemukulan,
menendang, merusak, dan lain-lain.
6. Hukuman/sanksi
Hal yang lazim dilakukan untuk mengatasi penyimpangan sosial adalah
pengenaan hukuman atau sanksi. Pemberian hukuman/sanksi dilakukan melalui
proses peradilan yang didukung berbagai saksi serta pembelaan, sehingga
hukuman/sanksi yang dijatuhkan benar-benar memenuhi asas keadilan dan
kepatutan.
7. Gosip atau desas-desus
Di kalangan masyarakat, gossip atau desas- desus merupakan bentuk
pengendalian sosial yang cukup efektif. Banyak orang yang mengurungkan niatnya
untuk melakukan sesuatu karena takut digosipkan. Apalagi hidup di kalangan
masyarakat yang masih memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosialnya,
jika ada perilaku yang aneh sedikit saja, akan mengundang perbincangan umum.
8. Macam-Macam Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah suatu bentuk aktivitas masyarakat yang
disampaikan kepada pihak-pihak tertentu dalam masyarakat karena adanya
penyimpangan-penyimpangan sosial. Hal ini dilakukan agar kestabilan dalam
masyarakat kembali dapat tercapai. Berdasarkan aspek-aspek tertentu,
pengendalian sosial dapat dibedakan, menjadi berikut ini:
Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, pengendalian sosial dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
Tindakan preventif; yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak
berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran
dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat preventif umumnya
dilakukan dengan cara melalui bimbingan, pengarahan dan ajakan. Contohnya
kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas-dinas terkait tentang bahaya yang
ditimbulkan sebagai akibat dari pemakaian narkoba.
Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak
berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang
terjadi dapat dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa yang
terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan
penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak
penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada
para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu
memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi
kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi
untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya
kembali
Berdasarkan Sifatnya
Pengendalian internal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh
penguasa atau pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (the rulling class) untuk
menjalankan roda pemerintahannya melalui strategi-strategi politik.
Strategi-strategi politik tersebut dapat berupa aturan perundang-undangan
ataupun program-program sosial lainnya.
Pengendalian eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan
oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya
penyimpanganpenyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian
sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa,
melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui
wakil-wakil rakyat di DPRD.
Berdasarkan Cara atau Perlakuan Pengendalian Sosial
Tindakan persuasif; yaitu pengendalian sosial cara persuasif lebih
menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar
berperilaku sesuai norma yang ada.
Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan
dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan
pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran
sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang
dilakukan oleh petugas Satpol PP.
c. Tindakan kompulsi (compultion). Pengendalian sosial secara
kompulsi dilakukan dengan menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap
atau perilaku yang negatif. Misalnya jika ada siswa yang enggan memakai dasi,
maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi ditegur dan dijelaskan pentingnya
berdasi.
d. Cara pervasi (pervatio)n. Pengendalian sosial secara pervasi
dilakukan dengan menyampaikan norma/nilai secara berulang-ulang dan terus
menerus dengan harapan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang,
sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan.
Berdasarkan Pelaku Pengendalian Sosial
Pengendalian pribadi; yaitu pengaruh yang datang dari orang atau
tokoh tertentu (panutan). Pengaruh ini dapat bersifat baik atau pun buruk.
Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari
adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya
mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada.
Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik
dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya.
Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak
hanya terbatas pada para santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di
sekitar pondok pesantren.
Pengendalian resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang
dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundangundangan yang
berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan
oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman
untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
Pengendalian tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial
yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang
tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas
dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi
yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat
lain, misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian
tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama
yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
Berdasarkan Tujuan Pengendalian Sosial
a. Tujuan kreatif atau konstruktif
Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan bertujuan kreatif
atau konstruktif apabila pengendalian sosial tersebut diarahkan pada perubahan
sosial yang dianggap bermanfaat. Penerapan wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah merupakan salah satu contoh bentuk pengendalian sosial
yang bertujuan kreatif atau konstruktif. Karena jika setiap penduduk menaati
aturan tersebut, maka bukan saja pemerintah yang beruntung karena memiliki
sumber daya manusia yang berpendidikan minimal setingkat SMP, akan tetapi bagi
individu yang berhasil mengikuti aturan tersebut memiliki bekal pengetahuan
untuk dapat memperoleh peluang bekerja yang lebih baik bila dibanding dengan
orang yang tidak memiliki pendidikan sama sekali.
b. Tujuan regulatif
Pengendalian sosial dikategorikan bertujuan regulatif, apabila
pengendalian sosial tersebut dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat.
Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan wajib jam belajar dari jam 18.00
sampai jam 21.00 bagi setiap penduduk. Hal tersebut bertujuan mengarahkan agar
warga memiliki kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang sebelum
tidur untuk belajar.
c. Tujuan eksploratif
Pengendalian sosial dikategorikan bertujuan eksploratif, apabila
pengendalian sosial tersebut dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara
langsung maupun tidak. Penerapan tata tertib di sekolah merupakan salah satu
contoh pengendalian sosial yang bertujuan eksploratif, karena tata tertib
disusun dengan tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri
sebagai generasi muda yang berkualitas dilandasi pada penguasan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi) dan imtak (keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa).
9. Jenis-Jenis Lembaga Pengendalian Sosial
Keberhasilan suatu upaya pengendalian sosial tidak terlepas dari
peran lembaga pengendalian sosial di masyarakat. Peran lembaga sosial sendiri
adalah berusaha menegakkan dan menjalankan nilai dan norma sosial agar tercipta
suatu kondisi kehidupan masyarakat yang aman, selaras, dan tertib sesuai dengan
peraturan atau ketetapan yang berlaku. Berikut adalah lembaga sosial yang
berperan besar dalam upaya menciptakan ketertiban dan pengendalian sosial.
1. Keluarga
Lembaga keluarga merupakan bentuk basic institutions, keluarga
memiliki peran besar dalam membentuk karakter seseorang kaitannya dengan
perilaku sosial yang dilakukannya dalam masyarakat. Di dalam keluarga inilah
nilai dan norma mulai ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga dianggap sebagai
lembaga awal yang terpenting dari proses sosialisasi, dan baik atau tidaknya
perilaku anak di luar rumah tergantung pada bagaimana pendidikan orang tua di
dalam keluarga. Anak yang hidup pada latar belakang keluarga harmonis tentu
mempunyai perilaku yang berbeda dengan anak yang hidup dalam latar belakang
keluarga tidak harmonis. Banyak anak-anak sekolah sudah berani merokok,
mabuk-mabukan, mencuri, mencopet, narkoba, tawuran, dan perilaku menyimpang
lainnya. Hal ini tidak akan terjadi jika keluarga secara terus-menerus
menanamkan nilai dan norma pada anak.[8]
2. Agama
Pranata agama merupakan bentuk general institutions yang mengatur
hubungan antarmanusia, antara manusia dengan alam, dan antara manusia dengan
Tuhannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, agama merupakan benteng individu dalam
menghadapi tantangan dunia yang kian kompleks dari waktu ke waktu. Pranata
agama memberi batasan tentang segala sesuatu itu boleh atau tidak boleh, halal
atau tidak halal, berdosa atau tidak berdosa, sehingga dengan memahami dan
menerapkan konsep tersebut diharapkan ketenteraman dan kedamaian batin dapat
dikembangkan, yang pada akhirnya dapat berimbas pada kerukunan hidup
antarmanusia sebagai anggota masyarakat.
3. Ekonomi
Sebagai suatu tata tindakan dalam memanfaatkan uang, tenaga, waktu,
atau barang-barang berharga lainnya, pranata ekonomi memberikan aturan-aturan
khusus dalam upaya pengendalian sosial agar tercapai suatu keseimbangan dan
terwujudnya suatu keadilan sosial. Tanpa pranata ekonomi, bisa kalian bayangkan
sendiri, bagaimana suatu industri mengeksploitasi sumberdaya secara
besarbesaran, bagaimana seorang majikan memperlakukan buruhnya secara
semena-mena, atau bagaimana jika seseorang menentukan nilai suatu barang
sekehendak hatinya. Pranata ekonomi memberikan aturan dan batasan-batasan yang
telah disepakati bersama sebagai suatu hukum atau aturan ekonomi yang harus
dipatuhi. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pranata
ekonomi sangat berperan dalam mengatur kegiatan ekonomi, seperti produksi,
distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan lancar, tertib dan dapat
memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi dampak negatif yang
ditimbulkan.
4. Pendidikan
Pranata pendidikan memiliki aturan dan disiplin baku yang bertujuan
untuk mempersiapkan anak didiknya melalui pengajaran dan pendidikan ilmu
pengetahuan. Dengan bekal pendidikan ilmu pengetahuan, seseorang diharapkan
dapat menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan sehingga mampu berkompetisi
dalam kehidupan, mampu berpikir secara ilmiah dan logis tentang segala sesuatu
sehingga mampu memilah hal-hal yang baik dan buruk. Secara implisit tujuan
pengendalian sosial melalui lembaga pendidikan dapat kita lihat pada fungsi dan
tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab.
5. Politik
Pranata politik mengatur kehidupan berpolitik, dalam arti kehidupan
berbangsa dan bernegara. Peran utama pranata politik adalah mengupayakan
kehidupan masyarakat yang merdeka, adil, dan makmur, menjaga kehormatan hak-hak
dan kewajiban warga negara, serta mengatur hubungan negara dengan negara lain
dalam pergaulan internasional. Dalam pelaksanaannya, politik memiliki
serangkaian aturan dan alat yang digunakan untuk menegakkan kedaulatan rakyat
dan kedaulatan pemerintah melalui hukum-hukum yang telah ditetapkan.
Pelanggaran terhadap hukum-hukum tersebut dapat menyebabkan seseorang menerima
sanksi. Berikut merupakan lembaga politik pemerintah penegak hukum yang juga
berfungsi dalam pengendalian sosial:
Kepolisian
Polisi itu aparat resmi pemerintah. Tugasnya antara lain memelihara
ketertiban masyarakat. Polisi berwenang untuk menangkap dan menahan setiap
anggota masyarakat yang dituduh atau dicurigai melakukan kejahatan atau
meresahkan masyarakat. Misalnya pencuri, perampok, pemerkosa, pembunuh,
perusuh, dan sebagainya.
Pengadilan
Ini juga aparat pemerintah. Unsur-unsur yang termasuk aparat
pengadilan antara lain, hakim, jaksa, panitera, polisi, dan pengacara. Pihak
pengadilan bertugas mengadili orang yang dituduh atau dicurigai melakukan
kejahatan atau pelanggaran hukum. Jaksa bertugas menuntut plaku agar dijatuhi
hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hakim bertugas menetapkan dan
menjatuhkan putusan berdasarkan data yang terungkap di pengadilan. Pengacara
atau pembela bertugas mendampingi pelaku untuk memberikan pembelaan.[9]
Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga penegak hukum yang diserahi tugas dan
wewenang untuk melakukan penuntutan umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adat
Adat istiadat berisi nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah sosial
yang dipahami, diakui, dijalankan dan dipelihara secara terus menerus. Maka
istilah adat istiadat sama artinya dengan sistem nilai budaya. Adat istiadat
sebenarnya merupakan hukum yang mengendalikan perilaku masyarakat setempat agar
tidak menyimpang. Adat sebagai alat pengendalian sosial memiliki tingkatan
sebagai berikut.
Tradisi, merupakan adat yang melembaga dan sudah berjalan lama
secara turun temurun.
Upacara, merupakan adat istiadat yang dipakai dalam merayakan
hal-hal yang resmi.
Etiket, adalah tata cara dalam masyarakat dan merupakan bentuk
sopan santun dalam upaya memelihara hubungan baik antara sesama manusia.
Folkways, merupakan adat kebiasaan yang dijalankan dalam masyarakat
sehari-hari karena dianggap baik dan menyenangkan.
Mode, merupakan adat yang lazim berisi kebiasaaan-kebiasaan dan
bersifat hanya sementara.
7. Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah warga masyarakat yang memiliki kemampuan,
pengetahuan, perilaku, usia atau pun kedudukan yang oleh anggota masyarakat
lainnya dianggap sebagai tokoh atau pemimpin masyarakat. Jika terjadi
penyimpangan atau perselisihan antarwarga dapat diselesaikan oleh tokoh
masyarakat tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar