bagian 03
Pelajaran Untuk Nabi Musa
Nabi Musa tidak sabar ingin segera mengetahui maksud dan ilmu yang akan diberikan oleh Nabi Khidir.
“Wahai Musa, semua yang kulakukan bukanlah atas kehendakku sendiri. Allah SWT yang telah memerintahkannya,” Nabi Khidir mulai membongkar rahasianya.
Nabi Musa masih dibuat bingung, belum mengerti arah pembicaraannya. Kali ini Nabi Musa bisa bersikap sabar.
“Aku melubangi perahu itu tujuannya untuk menyelamatkan pemilik perahu. Perahu itu milik orang miskin. Ia bekerja dan mencari nafkah di laut. Saat itu ada seorang raja beserta pengawalnya yang ingin mengambil secara paksa hasil semua tangkapan laut para nelayan dan merampas perahunya. Dengan melubangi perahunya, aku bermaksud menyelamatkan sumber penghidupan orang miskin itu. Sehingga para pengawal raja tidak akan menghancurkannya. Suatu saat, orang miskin itu akan menambalnya dan bisa melaut kembali,” jelas Nabi Khidir.
“Makna kejadian kedua, aku ingin menyelamatkan kedua orang tua dari anak yang aku bunuh itu. Bapak dan Ibunya termasuk orang yang beriman. Tetapi anak yang aku bunuh itu jika sudah dewasa akan durhaka dan menyesatkan agama orang tuanya. Setelah anak itu terbunuh, Ibunya anak melahirkan seorang anak lagi yang lebih baik dan sayang kepada kedua orang tuanya,” Nabi Khidir menjabarkan secara detail.
“Adapun rumah yang hampir roboh itu milik anak yatim. Di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka. Ayah anak yatim itu orang yang ahli ibadah. Allah SWT menghendaki, bila anak yatim itu kelak dewasa dapat mengeluarkan simpanan dari Ayahnya. Itulah di antara sebagian rahmat dan ilmu yang diberikan oleh Allah SWT kepadaku,” Nabi Khidir mengakhiri perkataannya, lantas meninggalkan Nabi Musa.
Nabi Musa baru bisa memahami dan menerima perilaku-perilaku aneh gurunya. Nabi Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam. Ia tidak sembarangan berbicara dan gerak-geriknya selalu menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Nabi Musa. Dengan demikian, Nabi Khidir sebenarnya ingin memberi pelajaran kepada Nabi Musa. Selama ini ilmu Nabi Musa sangat terbatas, sementara ilmu Allah SWT maha luas tak bertepi. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh sombong, termasuk Nabi Musa yang sudah memperoleh Kitab Taurat.
Selain itu, Nabi Khidir secara khusus ingin mengajarkan ilmu hakikat atau ilmu hikmah kepada Nabi Musa. Nabi Musa dikenal sebagai nabi dan rasul yang ahli dalam ilmu syariat, tapi tidak memiliki ilmu hakikat. Ilmu hakikat adalah ilmu untuk memahami suatu misteri dibalik sebuah peristiwa yang seringkali tidak dapat dicerna akal manusia. Padahal dibalik kejadian, bencana atau musibah itu pasti terdapat kenikmatan dan rahmat Allah SWT yang besar, seperti yang dilakukan Nabi Khidir.***
0 komentar:
Posting Komentar