About

MTs Al Isthakhariyyah Pamalayan

Kamis, 12 Maret 2015

Sejarah Haditsul Ifki

Dalam perjalanan pulang kaum Muslimin dari perang Bani Mustahliq inilah tersiar berita bohong bertujuan merusak keluarga Nabi saw. Berikut ini kami kemukakan ringkasan dari riwayat yang tertera di dalam Ash-Shahihain.
Aisyah ra meriwayatkan bahwa dalam perjalanan ini ia ikut keluar bersama Rasulullah saw. Aisyah ra berkata: “Setelah selesai dari peperangan ini Rasulullah saw bergegas pulang dan memerintahkan orang-orang agar segera berangkat di malam hari. Di saat semua orang sedang berkemas-kemas hendak berangkat, aku keluar untuk membuang hajat, aku terus kembali hendak bergabung dengan rombongan. Pada saat itu kuraba-raba kalung leherku, ternyata sudah tak ada lagi. Aku lalu kembali lagi ke tempat aku membuang hajatku tadi untuk mencari-cari kalung hingga dapat kutemukan kembali.
Di saat aku sedang mencari-cari kalung, datanglah orang-orang yang bertugas melayani unta tungganganku. Mereka sudah siap segala-galanya. Mereka menduga aku berada di dalam haudaj (rumah kecil terpasang di atas punggung unta) sebagaimana dalam perjalanan, oleh sebab itu haudaj lalu mereka angkat kemudian diikatkan pada punggung unta. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa aku tidak berada di dalam haudaj. Karena itu mereka segera memegang tali kekang unta lalu mulai berangkat …!
Ketika aku kembali ke tempat perkemahan, tidak aku jumpai seorang pun yang masih tinggal. Semuanya telah berangkat. Dengan berselimut jilbab aku berbaring di tempat itu. Aku berfikir, pada saat mereka mencari-cari aku tentu mereka akan kembali lagi ke tempatku. Demi Allah, di saat aku sedang berbaring, tiba-tiba Shafwan bin Mu‘atthal lewat. Agaknya ia bertugas di belakang pasukan. Dari kejauhan ia melihat bayang-bayangku. Ia mendekat lalu berdiri di depanku, ia sudah mengenal dan melihatku sebelum kaum wanita dikenakan wajib berhijab. Ketika melihatku ia berucap: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un! Istri Rasulullah?“ Aku pun terbangun oleh ucapan itu. Aku tetap menutup diriku dengan jilbabku .. Demi Allah, kami tidak mengucapkan satu kalimat pun dan aku tidak mendengar ucapan darinya kecuali ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un itu. Kemudian dia merendahkan untanya lalu aku menaikinya. Ia berangkat menuntun unta kendaraan yang aku naiki sampai kami datang di Nahri Adh-Dhahirah tempat pasukan turun istirahat. Di sinilah mulai tersiar fitnah tentang diriku. Fitnah ini berumber dari mulut Abdullah bin Ubay bin Salul.
Aisyah ra melanjutkan : Setibanya di Madinah kesehatanku terganggu selama sebulan. Saat itu rupanya orang-orang sudah banyak berdesas-desus berita bohong itu, sementara aku belum mendengar sesuatu mengenainya. Hanya saja aku tidak melihat kelembutan dari Rasulullah saw, yang biasa kurasakan ketika aku sakit. Beliau hanya masuk lalu mengucapkan salam dan bertanya: “Bagaimana keadaanmu?“ Setelah agak sehat aku keluar pada suatu malam bersama Ummu Mastha untuk membuang hajat. Waktu itu kami belum membuat kakus. Di saat kami pulang, tiba-tiba kaki Ummu Mastha terantuk sehingga kesakitan dan terlontar ucapan dari mulutnya: “Celaka si Masthah!“ Ia kutegur: “Alangkah buruknya ucapanmu itu mengenai seorang dari kaum Muhajirin yang turut serta dalam perang Badr?“ Ummu Mastha bertanya :“Apakah anda tidak mendengar apa yang dikatakannya?“ Aisyah ra melanjutkan: Ia kemudian menceritakan kepadaku tentang berita bohong yang tersiar sehingga sakitku bertambah parah … Malam itu aku menangis hingga pagi hari, air mataku terus menetes dan aku tidak dapat tidur.
Kemudian Rasulullah saw mulai meminta pandangan para sahabatnya mengenai masalah ini. Di antara mereka ada yang berkata: “Wahai Rasulullah mereka (para istri Nabi) adalah keluargamu. Kami tidak mengetahui kecuali kebaikan.“ Dan ada pula yang mengatakan: “Engkau tak perlu bersedih, masih banyak wanita (lainnya). Tanyakan hal itu kepada pelayan perempuan (maksudnya Barirah). Ia pasti memberi keterangan yang benar kepada anda!“
Rasulullah saw lalu memanggil pelayan perempuan bernama Barirah, dan bertanya: “Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan dari Aisyah?“ Ia mengabarkan kepada Nabi saw, bahwa ia tidak mengetahui Aisyah kecuali sebagai orang yang baik-baik. Kemudian Nabi saw berdiri di atas mimbar dan bersabda:
“Wahai kaum Muslimin! Siapa yang akan membelaku dari seorang lelaki yang telah menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari keluargaku kecuali yang baik. Sesungguhnya mereka telah menyebutkan seorang lelaki yang aku tidak mengenal lelaki itu kecuali sebagai orang yang baik.“
Sa‘ad bin Muadz lalu berdiri seraya berkata: “Aku yang akan membelamu dari orang itu wahai Rasulullah saw! Jika dia dari suku Aus, kami siap penggal lehernya. Jika dia dari saudara kami suku Khazraj maka perintahkanlah kami, kami pasti akan melakukannya.“ Maka timbullah keributan di masjid sampai Rasulullah saw meredakan mereka.
Aisyah ra melanjutkan: “Kemudian Rasulullah saw datang ke rumahku. Saat itu ayah-ibuku berada di rumah. Ayah-ibuku menyangka bahwa tangisku telah menghancurluluhkan hatiku. Sejak tersiar berita bohong itu Nabi saw tidak pernah duduk di sisiku. Selama sebulan beliau tidak mendapatkan wahyu tentang diriku. Aisyah ra berkata: “Ketika duduk Nabi saw membaca puji syukur ke Hadirat Allah swt lalu bersabda: “Hai Aisyah, aku telah mendengar mengenai apa yang dibicarakan orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah maka Allah swt, pasti akan membebaskan dirimu. Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah swt dan taubatlah kepada-Nya.“ Seusai Rasulullah saw mengucapkan ucapan itu, tanpa kurasakan air mataku tambah bercucuran. Kemudian aku katakan kepada ayahku: “Berilah jawaban kepada Rasulullah saw mengenai diriku“ Ayahku menjawab: “Demi Allah, aku tidak tahu bagaimana harus menjawab.“ Aku katakan pula kepada ibuku: “Berilah jawaban mengenai diriku.“ Dia pun menjawab: “Demi Allah aku tidak tahu bagaimana harus menjawab:“ Lalu aku berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kalian telah mendengar hal itu sehingga kalian telah membenarkannya. Jika aku katakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah kalian pasti tidak akan membenarkannya. Jika aku mengakuinya Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah, pasti kalian akan membenarkan aku. Demi Allah aku tidak menemukan perumpamaan untuk diriku dan kalian kecuali sebagaimana yang dikatkaan oleh bapak Nabi Yusuf as :
“Sebaiknya aku bersabar. Kepada Allah swt sajalah aku mohon pertolongan atas apa yang kalian lukiskan,“
QS Yusuf : 18
Aisyah ra berkata : Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku.
Selanjutnya Aisyah berkata: Demi Allah, Rasulullah saw belum bergerak dari tempat duduknya, juga belum ada seorang pun dari penghuni rumah yang keluar sehingga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Beliau tampak lemah lunglai seperti biasanya tiap hendak menerima wahyu Ilahi, keringatnya bercucuran karena beratnya wahyu yang diturunkan kepadanya. Aisyah berkata: Kemudian keringat mulai berkurang dari badan Rasulullah saw lalu beliau tampak tersenyum. Ucapan yan pertama kali terdengar ialah: “Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.“ Kemudian ibuku berkata: “Berdirilah (berterimahkasihlah) kepadanya.“ Aku jawab :
“Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya (Nabi saw) dan aku tidak akan memuji kecuali Allah. Karena Dialah yang telah menurunkan pembebasanku.“
Aisyah ra berkata: Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar…. Sampai dengan ayat 21 … „ QS an-Nur : 11-21
Aisyah melanjutkan: Sebelum peristiwa ini ayahku membiayai Mastha karena kekerabatan dan kemiskinannya. Tetapi setelah peristiwa ini ayahku berkata: Demi Allah, saya tidak akan membiayainya lagi karena ucapan yang diucapkan kepada Aisyah. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya). Orang –orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ QS An-Nur : 22
Lalu Abu Bakar berkata : Demi Allah, sungguh aku ingin mendapatkan ampun Allah. Kemudian ia kembali membiayai Masthah.
Kemudian Nabi saw keluar dan menyampaikan khutbah kepada orang-orang dan membacakan ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan mengenai masalah ini. Selanjutnya Nabi saw memerintahkan supaya dilakukan hukum hadd (dera) kepada Masthah bin Utsatsah, Hasan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy karena mereka termasuk orang-orang yang ikut menyebarluaskan desas-desus berita fitnah tersebut.
Beberapa ibrah :
Berikut ini kami kutipkan apa yang dikatakan oleh Dr. Muhammad Abdullah Duraz di dalam kitabnya : An-Naba‘ul Azhim, menjelaskan hakekat ini: “Tidakah kaum Munafiq geram dengan membuat berita bohong tentang istri Nabi saw, Aisyah ra, Sementara wahyu pun diperlambat penurunannya sekian lama dan orang-orang pun ramai membicarakan, sampai hati terasa telah mencapai kerongkongan. Sedangkan Nabi saw sendiri tidak dapat bertindak apa-apa kecuali berkata dengan penuh hati-hati: “Saya tidak mengetahui Aisyah kecuali orang yang baik-baik.“ Kemudian setelah berusaha secara maksimal dengan bertanya dan meminta pandangan para sahabatnya, setelah lewat sebulan penuh dan orang-orang pun telah menyatakan: “Kami tidak melihat adanya kejahatan sedikit pun pada dirinya (Aisyah ra), Nabi saw masih tetap tidak melakukan tindakan apa-apa kecuali berkata kepadanya :
“Hai, Aisyah! Aku telah mendengar tentang apa yang digunjingkan orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah maka Allah pasti akan membebaskan dirimu. Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah!“.
Ucapan ini merupakan cetusan kata hatinya. Ia adalah ungkapan seorang yang tidak mengetahui alam ghaib dan ucapan orang yang jujur, yang tidak memperturutkan prasangka dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan belum sempat beranjak dair tempat duduknya, turunlah awal surat An-Nur yang menjelaskan ketidak-bersalahan Aisyah ra dan menyatakan kesuciannya.
Apakah kiranya yang menghalangi Nabi saw untuk menyatakan ketidak-bersalahan Aisyah sejak hari pertama dan mengatakan sebagai wahyu dari langit, guna membantah para pendusta itu? Tetapi, dia tidak pernah punya niat untuk berdusta kepada manusia dan Allah :
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pedang dia pada tangan kanannya. Kemudian sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.“ QS al-Haaqqah : 44-47
Adakah Aisyah ra orang yang pertama kali memahami kedua hakekat ini, sehingga segera mentauhidkan Allah dan memberikan ubudiyah hanya kepada-Nya dengan melupakan segala sesuatu dan siapa pun selain-Nya. Oleh karena itu, dia menjawab ibunya ketika meminta agar dia berdiri mengucapkan terimah kasih kepada Nabi saw, seraya berkata: “Aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya dan aku tidak akan memuji kecuali kepada Allah, karena Dia-lah yang membebaskan aku.“
Pernyataan Aisyah ra sepintas tampak kurang layak diucapkan di hadapan Nabi saw. Tetapi situasi dan kondisi pada saati itu mendorong keluarnya ucapan tersebut. Penuturan kalimat itu keluar atas dorongan keadaan yang telah dibentuk oelh Hikmah Ilahiyah untuk memperteguh Aqidah kaum Muslimin dan membantah kedustaan orang-orang munafiq, serta menampakkan makna tauhid dan ubudiyah yang utuh kepada Allah semata.
Demikianlah kisah berita bohong ini telah mengandung hikmah Ilahiyah yang bertujuan memantapkan Aqidah Islamiyah dan membersihkan segala bentuk keraguan yang mungkin dapat menyentuhnya. Itulah makna kebaikan yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya :
“Janganlah kamu mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.“ QS An-Nur : 11
[Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press]
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (TQS. An-Nur: 11)

Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah saw, 'Aisyah r.a Ummul Mukminin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban tahun ke-5 Hijriyah. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi saw berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau.

Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari  haudaj (rumah kecil terpasang di atas punggung unta) untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam haudaj tersebut.

Setelah 'Aisyah mengetahui haudajnya sudah berangkat, maka dia duduk di tempatnya berselimutkan jilbab dan mengharapkan haudaj itu akan kembali menjemputnya. Kemudian, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi yang ditugaskan di belakang pasukan, Shafwan Ibnu Mu'aththal. Demi melihat seseorang sedang tidur sendirian Shafwan terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, istri Rasulullah!" 'Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Shafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Nahri Adh-Dhahirah tempat pasukan turun istirahat.

Di sinilah mulai tersiar fitnah tentang ‘Aisyah ra. Fitnah ini bersumber dari mulut tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Kemudian kaum munafik membesar-besarkannya. Maka fitnah atas 'Aisyah ra itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

Untuk Memperteguh Akidah

Dr. Muhammad Abdullah Duraz di dalam kitabnya, An-Naba‘ul Azhim, seperti dikutip Dr Muhammad Said Ramadhan al-Buthy dalam Fiqh Shirah-nya menjelaskan hakekat peristiwa ini:

“Tidakah kaum munafiq geram dengan membuat berita bohong tentang istri Nabi saw, Aisyah ra, Sementara wahyu pun diperlambat penurunannya sekian lama dan orang-orang pun ramai membicarakan, sampai hati terasa telah mencapai kerongkongan. Sedangkan Nabi saw sendiri tidak dapat bertindak apa-apa kecuali berkata dengan penuh hati-hati: “Saya tidak mengetahui Aisyah kecuali orang yang baik-baik.“ Kemudian setelah berusaha secara maksimal dengan bertanya dan meminta pandangan para sahabatnya, setelah lewat sebulan penuh dan orang-orang pun telah menyatakan: “Kami tidak melihat adanya kejahatan sedikit pun pada dirinya (Aisyah ra), Nabi saw masih tetap tidak melakukan tindakan apa-apa kecuali berkata kepadanya :

“Hai, Aisyah! Aku telah mendengar tentang apa yang digunjingkan orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah maka Allah pasti akan membebaskan dirimu. Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah!“.

Ucapan ini merupakan cetusan kata hatinya. Ia adalah ungkapan seorang yang tidak mengetahui alam ghaib dan ucapan orang yang jujur, yang tidak memperturutkan prasangka dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan belum sempat beranjak dair tempat duduknya, turunlah awal surat An-Nur yang menjelaskan ketidak-bersalahan Aisyah ra dan menyatakan kesuciannya.

Apakah kiranya yang menghalangi Nabi saw untuk menyatakan ketidak-bersalahan Aisyah sejak hari pertama dan mengatakan sebagai wahyu dari langit, guna membantah para pendusta itu? Tetapi, dia tidak pernah punya niat untuk berdusta kepada manusia dan Allah :

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pedang dia pada tangan kanannya. Kemudian sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu.“
(TQS al-Haaqqah : 44-47)

Adakah Aisyah ra orang yang pertama kali memahami kedua hakekat ini, sehingga segera mentauhidkan Allah dan memberikan ubudiyah hanya kepada-Nya dengan melupakan segala sesuatu dan siapa pun selain-Nya. Oleh karena itu, dia menjawab ibunya ketika meminta agar dia berdiri mengucapkan terimah kasih kepada Nabi saw, seraya berkata: “Aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya dan aku tidak akan memuji kecuali kepada Allah, karena Dia-lah yang membebaskan aku.“

Pernyataan Aisyah ra sepintas tampak kurang layak diucapkan di hadapan Nabi saw. Tetapi situasi dan kondisi pada saat itu mendorong keluarnya ucapan tersebut. Penuturan kalimat itu keluar atas dorongan keadaan yang telah dibentuk oleh hikmah Ilahiyah untuk memperteguh akidah kaum Muslimin dan membantah kedustaan orang-orang munafik, serta menampakkan makna tauhid dan ubudiyah yang utuh kepada Allah semata.

Demikianlah kisah berita bohong ini telah mengandung hikmah Ilahiyah yang bertujuan memantapkan aqidah Islamiyah dan membersihkan segala bentuk keraguan yang mungkin dapat menyentuhnya. Itulah makna kebaikan yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya: “Janganlah kamu mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.“ (TQS An-Nur : 11). Wallahu a’lam bissawab.

0 komentar:

Posting Komentar