About

MTs Al Isthakhariyyah Pamalayan

Senin, 26 Januari 2015

Materi IPS Pranata dan Penyimpangan Sosial



A.    Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari istilah bahasa Inggris social institution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah lembaga sosial dan bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakn berbeda-beda, tetapi social institution menunujuk pada unsur-unsur yang mengatur prilaku anggota masayarakat. Pranata juga berasal dari bahasa latin institure yang berarti mendirikan. Kata bendanya adalah institutio yang berarti pendirian. Dalam bahasa Indonesia institution diartikan institusi (pranata) dan institut (lembaga). Institusi adalah system norma atau aturan yang ada. Institut adalah wujud nyata dari norma-norma. Pranata adalah seprangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kegiatan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata berpedoman pada kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan, berarti bersifat abstrak. Wujud nyata dari pranata adalah lembaga (institut). Untuk jelasnya lihat bagan di bawah ini. PRANATA DAN LEMBAGA No. Kegiatan dan Kebutuhan Pranata Lembaga.
1.      Makanan, pakaian, perumahan perdagangan Keluarga Abimanyu.
2.      Peran serta politik Pemilihan umum Lembaga Pemilihan Umum.
3.      Pengembangan keturunan pernikahan KUA, Catatan Sipil, Gereja.

Menurut Koentjaraningrat, istilah pranata dan lembaga sering dikacaukan pengertiannya. Sama halnya dengan istilah institution dengan istilah institute. Menurut Koentjaraningrat, istilah institute dalam bahasa Indonesiaberaryi lembaga, sedangkan institution adalah pranata. Hal itu berarti bahwa pranata dan lembaga memiliki makna yang berbeda. Pranata merupakan system norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas khusus, sedangkan lembaga adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut.

B.     Ciri Pranata Sosial
Dalam buku Sosiologi suatu pengantar, tulisan Soerjono Soekanto, tahun 1987, disebutkan bahwa ia menggaris bawahi pendapat John Levis Gillin dan John Philillpe Gillin yang memuat beberapa ciri umun pranata social seperti berikut:
1.      Pranata social merupakan suatu organisasi pola pemikiran dan pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan yanga hasilnya terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsure-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang funsional.
2.      Hampir semua pranata social mempunyai suatu tingkat kekelan tertentu sehingga orang menganggapnya sebagai himpunan norma yang sudah sewajarnya harus dipertahankan. Suatu system kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian pranata social setelah melewati waktu yang sangat lama.
3.      Pranata social mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4.      Pranat social mempunyai alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan.
5.      Pranta social biasanya memiliki lambing-lambang tertentu yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsinya.
6.      Pranata social mempunyai suatu tradisi tertulis ataupum tidak tertulis yang merupakan dasar bagi pranta yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya. Tradisi tersebut merumuskan tujuan dan tata tertib yang berlaku.

Beberapa tipe pranata sosial Tipe-tipe pranata social dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut ini dikemukakan beberapa tipe pranata social menurut Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto, 1987).

1.      Dari sudut perkembangan
Dari sudut perkembangannya dikenal dua macam prnata social, yaitu crescive institution dan enacted institutions.
a.       Crescive institution, pranata social yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga disebut juga pranata yng paling primer. Contoh pranata hak milik, perkawinan, dan agama.
b.      Enacted institutions, pranat yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: Pranata utang-piutang dan pranata pendidikan. Meskipun pranata itu dibentuk dengan sengaja, tetapi tetap berakar pada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

2.      Dari sudut system nilai yang diterima oleh masyarakat.
dari sudut nilai yang diterima oleh masyarakat dikenal dua macam pranata social, yaitu basic institutions dan subsidiary institutions.
a.       Basic institutions, pranata social yang penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
b.      Subsidiary institutions, pranata social yang berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting, misalnya rekreasi. Ukuran yang digunakan untuk menentukan penting dan tidaknya suatu pranta social sangat bergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.

3.      Dari sudut penerimaan masyarakat
Dari sudut penerimaan masyarakat dikenal dua macam pranata social, yaitu approved institution dan sanctioned institutions serta unsanctioned institutions.
a.       Approved institution dan sanctioned institutions, pranata yang diterima oleh masyarakat, seperti sekolah dan perdagangan.
b.      Unsanctioned institutions, pranata social yang ditolak oleh masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya, misalnya pemerasan, kejahatan, dan pencolengan.

4.      Dari sudut penyebaran
Dari sudut penyebarannya dikenal dua macam pranata social, yaitu general institutions dan restricted institutions.
a.       General institutions, pranata yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Misalnya pranta agama, hak-hak asasi manusia (HAM).
b.      Restricted institutions, yaitu pranata social yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu. Misalnya pranata agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha.

5.      Dari sudut fungsi
Dari sudut fungsi dikenal dua macam pranata social, yaitu operative institutions dan regulative Institution.
a.       Operative institutions, pranata social yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari masyarakat yang bersangkutan, misalnya pranata industry.
b.      Regulative Institution, pranata social berfunsi mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam masyarakat, misalnya pranata hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.

C.    Fungsi Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan suatu aturan yang keberadannya memang dikehendaki dan dibutuhkan oleh anggota masyarakat. Dengan demikian, bagi kehidupan masyarakat pranata social menjadi suatu bentuk tata kelakuan yang harus dipenuhi oleh tiap individu dalam mengadakan hubungan social. Pranata social mengatur hubungan social yang berlangsung antarindividu sehingga dalam hubungan tersebut masing-masing pihak bertindak sesuai posisi dan perannya.
Suatu pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1.      Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang bagaimana mereka harus bersikap atau berprilaku dalam menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan dari yang bersangkutan.
2.      Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3.      Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sisten pengendalian sosial (social control), yang maksudnya untuk mengadakan sistem pengawasan dari masyarakat terhadap prilaku anggotanya.

D.    Macam-macam Pranata Sosial
1.      Pranata Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Pada hakikatnya komponen keluarga terdiri ayah, ibu, dan anak. Tiap-tiap anggota keluarga menjalankan hak dan kewajiban, serta peranannya masing-masing. Keluarga mempunyai aturan atau norma yang harus ditaati oleh anggota keluarganya. Pranata keluarga adalah sistem norma yang mengatur tindakan manusia dalam hubungannya dengan lembaga keluarga. Karena keluarga terdiri atas beberapa orang, maka sering disebut sebagai kesatuan social yang paling kecil. Keluarga merupakan kelompok yang sangat penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi anak. Adapun fungsi pranata keluarga yaitu sebagai berikut:

a.       Fungsi pengaturan kebutuhan biologis.
Pranata keluarga mengatur hubungan biologis dengan lawan jenis (suami istri) sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan. Masyarakat kita mengganggap bahwa hubungan biologis antara dua orang yang berlawanan jenis dianggap sah, apabila keduanya telah resmi menjadi suami istri melalui pernikahan.

b.      Fungsi reproduksi
       Fungsi reproduksi artinya fungsi untuk melanjutkan keturunan atau generasi penerus.

c.       Fungsi ekonomi
Setiap keluarga mengatur kegiatan ekonominya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

d.      Fungsi edukatif
       Keluarga merupakan tempat berlangsungnya sosialisasi primer anak agar tidak terjadi penyimpangan social. Dalam hal ini ayah dan ibu bertugas mendidik anak-anaknya yang berkaiatan dengan norma-norma social.

e.       Fungsi sosialisasi
       Proses sosialisasi berkaitan erat dengan fungsi pendidikan, yaitu melatih dan mendidik anak di lingkungan keluarga agar kelak nanti dapat diterima menjadi anggota masyarakat dengan mengenalkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

f.       Fungsi religius
Fungsi religius artinya keluarga berkewajiban mendidik dan mengajak anak untuk diperkenalkan dengan kehidupan beragama seperti melaksanakan agama sesuai aturan agama-agama masing-masing. 
g.      Fungsi penyaluran perasaan/emosional (Afeksi)
Keluarga sebagai tempat penumpahan anggota perasaan antaranggota keluarga, seperti kasih sayang, ungkapan sedih dan gembira, semuanya dapat dirasakan bersama-sama.

2.      Pranata Agama
Agama tidak hanya dihubungkan dengan pengertian kelima agama seperti yang diakui di Indonesia, tetapi lebih luas. Oleh karena itu istilah agama diartikan sebagai suatu prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dewa, atau zat yang transcendental dengan ajaran peribadatan atau kebaktian dan kewajiban lainnya yang berhubungan dengan prinsip kepercayaan itu. Dengan demikian, istilah agama akan lebih tepat diganti dengan religi. Selanjutnya pranata akan lebih tepat jika diterjemahkan dengan istilah pranata religi.
Religi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terpadu antara keyakinan dengan praktik keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan tidak terjangkau oleh akal. ada dua unsur dalam pranata agama atau religi sebagai berikut:
a.       Imanen, yaitu segala sesuatu berhubungan dengan dunia ini, dan berada di dunia ini pula.
b.      Transendental, yaitu segala sesuatu yang berada diluar jangkauan pengindraan manusia.

Kedua hal tersebut dalam kehidupan beragama dijabarkan dalam bentuk praktik ritual peribadatan (transenden), dan tata cara menjalin hubungan dengan makhluk hidup lainnya (imanen).

Menurut Horton dan Hunt (1987) mengemukakan bahwa fungsi agama dapat dibedakan atas fungsi yabg bersifat manifes dan laten.
1)      Fungsi manifes (nyata)
§  Membujuk manusia agar melaksanakan ritus agama
§  Bersama-sama menerapkan ajaran agama
§  Menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama

2)      Fungsi laten
§  Menawarkan kehangatan beergaul
§  Meningkatkan mobilitas sosial
§  Mendorong terciptanya beberapa bentuk stratifikasi sosial
§  Mengembangkan seperangkat nilai ekonomi

3. Pranata Ekonomi 
Pranata ekonomi adalah pranata sosial yang menangani masalah kesejahteraan materiil, yang mengatur kegiatan atau cara berproduksi, distribusi, dan pemakaian (konsumsi) barang dan jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat agar semua lapisan masyarakat mendapatkan bagian yang semestinya. Atas dasar perhatian itu, pembahasan mengenai pranata ekonomi tidak dapat lepas dari tiga kegiatan pokok dalam bidang ekonomi, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:

1)      Pengaturan produksi barang dan jasa
Setiap proses produksi tidak selalu menghasilkan barang. Beberapa proses produksi menghasilkan jasa misalnya perbankan, periklanan, pengangkutan, dan komunikasi. Kegitan tersebut memerlukan organisasi karena organisasi berguna untuk mengatur kerja sama antara faktor-faktor produksi dalam mencapai tujuan. Kemempuan untuk menjalankan organisasi dapat menentukan tingkat optimalisasi produksi.

2)      Fungsi distribusi barang dan jasa
  Usaha pendistribusian barang dan jasa secara keseluruhan diatur oleh suatu system norma yang harus ditaati oleh pihak produsen maupun konsumen. Jika masing-masing pihak menjalankan semua norma yang ada, niscaya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.

3)      Fungsi konsumsi barang dan jasa
Suatu kehidupan dikatakan layak jika kebutuhan akan barang dan jasa dapat terpenuhi. Hidup layak dapat berlangsung pada tiga faktor, yaitu pendapatan, tersedianya barang dan jasa, serta tingkat harga barang dan jasa.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.

4.      Pranata Pendidikan
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan menuju kecerahan pengetahuan atau dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam arti luas, pendidikan formal maupun informal, meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia mereka. pranata pendidikan menangani masalah proses sosialisasi yang intinya mengantarkan seseorang kepada suatu kebudayaan. 
Di masyarakat berkembang suatu anggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin besar peluang seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang besar. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang juga akan memudahkan seseorang untuk melakukan mobilitas social vertical. Adanya motivasi tersebut, menyebabkan sekolah atau pendidikan dianggap sebagai tempat yang berfungsi untuk mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seseorang. Bakat yang dikembangkan tersebut akan dapat digunakan sebagai bekal untuk mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan. Pranata pendidikan mengajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam pendidikan, selain itu, pranata pendidikan juga membantu pola-pola sikap seseorang agar prilakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a)      Mempersiapkan seseorang untuk dapat mencari pekerjaan.
b)      Mengembangkan bakat seseorang.
c)      Sebagai tempat terjadinya sosialisasi kebudayaan kepada warga masyarakat.
5.      Pranata Politik
Menurut Prof. Dr.J.W. Schoerl, yang dimaksud dengan lembaga politik adalah peraturan-peraturan untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan, dan untuk memilih pemimpin yang berwibawa. Menurut Kornblum, pranata politik merupakan perangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Dengan demikian, pranata politik akan meliputi eksekutif, yudikatif, dan legislatif, keamanan nasional (militer), dan partai politik. Fungsi lembaga politik yang merupakan wujud nyata pelaksanaan pranata politik adalah dengan:
a)      Melaksanakan undang-undang yang telah disahkan.
b)      Melembagakan norma melalui undang-undang yang dibuat oleh lembaga legslatif.
c)      Menyelesaikan masalah yang terjadi di antara para warga masyarakat.
d)     Menyelenggarakan pelayanan social, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
e)      Mlindungi para warga masyarakat atau warga negara dari serangan bangsa lain.
f)       Mewaspadai dan selalu siaga terhadap bahya-bahaya yang mengancam.

E.     Pengertian Penyimpangan Sosial
Beberapa ahli mendefinisikan yang berbeda beda tentang pengertian  prilaku menyimpang. Berikut kami kemukakan pengertian penyimpangan menurut ketiga ahli:[1]
1.      Menurut Robert MZ. Lawang penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
2.      Menurut Van der Zenden penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
3.      Menurut Gillin penyimpangan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan serta nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.

Dengan demikian kami dapat menyimpulkan bahwa penyimpangan sosial merupakan prilaku atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan dan nilai dalam suatu masyarakat sehinggga tindakan tidak sesuai tersebut oleh sejumlah orang dianggap tercela.

F.     Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tidak baik oleh masyarakat merupakan pencerminan perilaku yang menyimpang dan merupakan bentuk penyimpangan sosial. Adapun secara umum bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat dibedakan sebagai berikut:[2]

1.      Penyimpangan primer
Penyimpangan primer adalah adalah penyimpangan sosial yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah:
a)      Bersifat sementara.
b)      Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang.
c)      Masyarakat masih mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.

2.      Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang yang menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang lain. Adapun ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
a)      Gaya hidupnya di dominasi oleh perilaku menyimpang.
b)      Masyarakat tidak bisa mentolelir perilaku tersebut.

Contoh penyimpangan sekunder adalah semua bentuk tindakan kriminalitas, seperti curanmor, perampokan, pembunuhan dan sebagainya.


3.      Penyimpangan individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang yang menentang atau menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Penyimpangan individual dapat terjadi karena faktor ketidaksengajaan atau kelalaian, tetapi dapat juga karena seseorang memiliki karakter bawaan yang bersifat penentang (antagonis). Schopenhauer (1788-1860) seorang filsuf Jerman, berpendapat bahwa setiap bayi yang lahir itu memiliki sifat bawaan tertentu.
Penganut ajaran Schopenhauer memiliki pandangan bahwa lingkungan sekitarnya tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan seseorang. Dijelaskan pula bahwa meskipun seseorang dididik dengan sistem dan lingkungan yang sedemikian baiknya, namun jika bawaan sejak lahirnya buruk, ia akan senantiasa melakukan penyimpangan. Seseorang yang senantiasa berperangai buruk akan mendapat predikat pembandel, pembangkang atau penjahat.

4.      Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang atau berkolompok. Perilaku mereka bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum.
Perilaku menyimpang kelompok ini, sebagai contoh dapat terlihat pada kasus perkelahian pemuda atau palajar secara massal (tawuran pelajar). Para pelaku penyimpangan sosial ini tampak sangat beringas atau berani ketika tampil secara bersama-sama dengan jumlah banyak.

5.      Penyimpangan campuran antara individual dengan kelompok
Penyimpangan campuran antara individual dengan kelompok adalah penyimpangan sosial yang semula dilakukan oleh seseorang, kemudian seseorang tersebut mampu mempengaruhi orang lain dalam skala yang lebih besar, secara bersama-sama atau kelompok untuk menentang atau menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Misalnya perampokan yang dilakukan secara berkelompok dengan pimpinan satu orang. Disini, keterampilan individu untuk mengembangkan dan mengorganisasi penyimpangan massal sangatlah besar.

G.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku Menyimpang
Sebab-sebab terentuknya perilaku menyimpang ialah sebagai berikut:[3]
1.      Keluarga yang broken home
Retaknya hubungan keluarga menyebabkan anggota keluarga mencari kesenangan di luar rumah karena kebutuhan baik jasmani maupun rohaninya tidak bisa terpenuhi dalam keluarga. Misalnya kenakalan remaja yang disebabkan rumah rangga orang tua yang tidak harmonis.

2.      Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecawaan sering melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan hal-hal yang menyimpang, misalnya melampiaskan ke narkoba, berjudi dan sebagainya.

3.      Keinginan untuk dipuji
Kehidupan masyarakat modern cenderung menonjolkan penampilan fisik sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Banyak orang ingin berpenampilan mewah, akan tetapi tanpa didukung kemauan bekerja keras. Oleh karena itulah banyak orang sering memilih jalan pintas dengan melakukan tindak kriminal untuk memperoleh kekayaan secara cepat demi memenuhi tuntutan penampilannya. Misalnya pejabat melakukan korupsi untuk meningkatkan pendapatnya, seseorang melakukan pencurian ataupun perampokan untuk memperoleh kekayaan.

4.      Dorongan kebutuhan ekonomi
Karena terdesak masalah ekonomi, seseorang bisa melakukan kejahatan. Misalnya perampokan dengan dalih memerlukan uang untuk biaya hidup, menjadi PSK karena didesak kebutuhan ekonomi, dan sebagainya.

5.      Pengaruh lingkungan dan media massa
Banyak orang melakukan tindakan menyimpang karena meniru apa yang ia lihat di media massa. Misalnya melakukan tindakan asusila karena pengaruh tontonan VCD porno.


6.      Ketidaksanggupan menyerap norma budaya
Seseorang yang menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna menyebabkan ia tidak sanggup menjalankan perannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Misalnya anak dari keluarga broken home yang tumbuh menjadi anak nakal.

7.      Adanya ikatan sosial yang berlainan
Seseorang yang bermasyarakat dengan kelompok-kelompok akan cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling ia hargai dan akan lebih senang bergaul dengan kelompoknya saja daripada dengan kelompok lainnya. Jika kelompok yang ia ikuti ternyata menyimpang, maka ia pun akan menjadi pelaku penyimpangan sosial.

8.      Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
Nilai subkebudayaan menyimpang adalah kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma budaya yang umum. Misalnya dalam lingkungan kelompok berjudi, berjudi dianggap sebagai hal yang wajar.

9.      Akibat kegagalan dalam proses sosialisasi
Proses sosialisasi dikatakan tidak berhasil apabila individu tersebut tidak mampu mendalami norma-norma masyarakat. Misalnya jika keluarga tidak berhasil mendidik para anggotanya maka yang terjadi adalah penyimpangan perilaku.

10.  Sikap mental yang tidak sehat
Adanya sikap mental yang tidak sehat menyebabkan pelaku menyimpang tidak terasa bersalah dengan apa yang ia lakukan. Misalnya yang dialami oleh orang yang menjadi PSK.


H.    Teori-teori Penyimpangan Sosial
Teori-teori yang yang menguraikan tentang penyebab terjadinya perilaku menyimpang menurut pendapat para ahli sosiologi antara lain:[4]

1.      Teori pergaulan berbeda (teori differential assoction), oleh Edwin H. Sutherland.
E. H. Sutherland mengemukakan bahwa penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Misalnya menjadi pemakai narkoba karena bergaul dengan pecandu narkoba.

2.      Teori Labelling (pemberian julukan), oleh Edwin M. Lemert.
E. M. Lemert mengemukakan bahwa seseorang telah melakukan penyimpangan pada tahap primer, tetapi masyarakat kemudian menjuluki sebagai pelaku menyimpang, sehingga pelaku meneruskan perilaku penyimpangannya dengan alasan kepalang basah. Misalnya seorang baru mencuri pertama kali lalu masyarakat menjulukinya sebagai pencuri, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi mencuri, akibatnya karena selalu dijuluki pencuri, maka ia pun terus melakukan penyimpangannya.

3.      Teori fungsi, oleh Emile Durkheim.
Emile Durkheim mengemukakan bahwa tercapinya kesadaran moral dari semua anggota masyarakat  karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Ia menegaskan bahwa kejahatan itu akan selalu ada, sebab orang yang berwatak jahat pun akan selalu ada. Menurut Emile Durkheim kejahatan diperlukan agar hukum dapat berkembang secara normal.

I.       Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial
Perilaku penyimpangan sosial membawa dampak secara langsung sebagai berikut:[5]
1.      Dampak psikologis
Dampak psikologis antara lain berupa penderitaan yang bersifat kejiwaan dan perasaan terhadap pelaku penyimpangan sosial, seperti dikucilkan dalam kehidupan bermasyarkat atau dijauhi dalam pergaulan.

2.      Dampak sosial
a)      Mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan sosial.
b)      Menimbulakn beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga.
c)      Menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan sosial dan keluarganya.

3.      Dampak moral (Agama)
a)      Merupakan bentuk perbuatan dosa yang dapat mencelakakan dirinya sendiri (si pelaku penyimpangan sosial) dan orang lain.
b)      Merusak akal sehat sehingga dapat mengganggu ketentraman beribadah.
c)      Merusak akidah (keyakinan dasar), keimanan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4.      Dampak budaya
a)      Menimbulkan drug subculture yang dapat mencemari nilai-nilai budaya bangsa.
b)      Merupakan bentuk pemenuhan dorongan nafsu sepuas-puasnya atau konsumsi hendonis.
c)      Merusak tatanan nilai, norma, dan moral masyarakat bangsa.
d)     Merusak pranata (lembaga masyarakat), lembaga budaya bangsa, dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku seseorang di lingkungan masyarakat.

J.      Upaya Pencegahan Penyimpangan Sosial
Ada pepatah yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Demikian halnya dengang menghadapi begitu banyaknya kasus penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, perlu adanya pencegahan semenjak dini. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:[6]

1.      Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga
Keluarga merupakan tempat awal seseorang menyerap nilai-nilai dan norma sosial. Melalui kepribadian keluargalah kepribadian seseorang terbentuk. Segala bentuk perilaku yang dilakukan seseorang erat kaitannya dengan sikap mental kepribadiannya. Keluarga sebagai peletak dasar terbentuknya kerpibadian seseorang sangat berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi usaha pencegahan terhadap segala bentuk perilaku menyimpang. Adapun bentuk bentuk pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga antara lain:
a)      Melalui menanaman nilai-nilai dan norma agama.
b)      Menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga.
c)      Keteladanan orang tua

2.      Upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam masyarakat
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dn bahkan saling tergantung pada lingkungan sosialnya. Jika dalam kehidupan masyarakat, perilaku menyimpang dianggap hal yang wajar, maka akan bermunculanlah pelaku-pelaku penyimpangan sosial. Untuk membentuk suatu masyarakat yang teratur, selain dibutuhkan kesadaran dari masing-masing warga,  juga diperlukan adanya kontrol sosial dari masyarakat. Oleh karena itu masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial perlu melakukan upaya pencegahan terhedap penyimpangan sosial dalam bentuk:
a)      Melalui pertemuan dalam lingkup RT para warga saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan melakukan peringatan jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang.
b)      Menciptakan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keteraturan sosial. Misalnya mewadahi kegiatan remaja melalui kegiatan karang taruna dengan arah dan tujuan yang positif.
c)      Memasang peringatan atau ajakan agar warga selalu tetap menjaga keteraturan sosial, misalnya diberlakukannya aturan bagi setiap tamu yang bermalam harus melapor ke RT.
d)     Peran serta media massa untuk menyiarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya dihindari, karena kadangkala masyarakat menganggap apa yang dilakukan sudah benar, padahal sebenarnya tidak demikian.
e)      Peran serta kaum pemuka agama untuk menanamkan kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran sesuai dengan nilai dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai agama justru dikorbankan sebagai kedok untuk menyembunyikan penyimpangan sosial.
f)       Peran serta sekolah sebagai institusi pendidikan untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan tindakan tegas bagi siswa yang melanggarnya.
K.    Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial
Terjadinya penyimpangan sosial di tengah kehidupan masyarakat dapat berpengaruh terhadap keteraturan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian penyimpangan sosial seperti berikut:[7]

1.      Pengendalian Sosial Menurut Tujuannya
Jika dklasifikasikan menurut tujuannya, pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, yakni tujuan kreatif, regulatif, dan eksploratif.
a)      Tujuan kreatif atau konstruktif
Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan bertujuan kreatif apabila pengendalian sosial tersebut diarahkan pada perubahan sosial yang dianggap bermanfaat. Penerapan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang merupakan salah satu contohnya. Mengapa demikian? Karena jika setiap penduduk menaati aturan tersebut, maka bukan saja pemerintah saja yang beruntung karena memiliki SDM yang berpendidikan, akan tetapi bagi individu memiliki bekal untuk dapat memperoleh peluang bekerja yang lebih baik dibanding dengan orang yang tidak memiliki pendidikan sama sekali.
b)      Tujuan regulatif
Pengendalian sosial ini dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat. Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan wajib jam belajar dari jam 18.00 sampai jam 21.00 bagi setiap penduduk. Hal ini bertujuan agar warga memiliki kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang sebelum tidur untuk belajar.
c)      Tujuan eksploratif
Pengendalian sosial eksploratif apabila pengendalian tersebut dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak. Penerapan tata tertib di sekolah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang bertujuan eksplorarif, karena tata tertib disusun dengan tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri sebagai generasi muda yang berkualitas.

2.      Pengendalian Sosial Menurut Pelaksanaannya
Macam-macam teknik pengendalian sosial jika ditinjau dari aspek pelaksaannya, dapat dilakukan dengan cara seperti di bawah ini:[8]
a)      Cara kompulasi (compulation)
Pengendalian sosial semacam ini dilakukan dengna menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah perilaku negatif. Misalnya ada siswa yang enggan memakai dasi, maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi ditegur dan dijelaskan pentingnya berdasi.
b)      Cara pervasi (pervation)
Pengendalian secara pervasi dilakukan dengan menyampaikan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang, sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan.
c)      Cara persuasif/tanpa kekerasan
Pengendalian sosial ini lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar berprilaku sesuai norma yang ada.
d)      Cara coercive atau cara kekerasan/paksaan
Pengendalian coercive dilakukan dengan kekerasan jika cara persuasif tidak berhasil.

L.     Peran Lembaga Sosial dalam Mengendalikan Perilaku Penyimpang
Menurut Gillin dan Gillin suatu lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial dianggap sebagai peraturan apabila organisasi pola-pola pemikiran dan prilaku tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang, terutama terhadap prilaku menyimpang. Berikut ini peran beberapa bentuk lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang, yaitu polisi, pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.

1.      Polisi
Polisi sebagai aparat keamanan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengendalikan prilaku menyimpang warga masyarakatnnya. Sesuai dengan status dan kewenangannya, polisi dapat bertindak untuk mencegah dan mengatasi prilaku menyimpang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana.

2.      Pengadilan
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Terdapat penyimpangan yang dianggap telah merugikan masyarakat. Pengadilan akan memutuskan seseorang yang melakukanpenyimpangan berupa hukuman atau denda yang berat atau sesuai dengan kadar perbuatannya.

3.      Adat istiadat
Adat istiadat mengatur pengendalian sosial di masyarakat melalui sanksi terhdap para pelanggarnya. Oleh karena itu, adat merupakan alat pengendali sosial agar setiap warga masyarakat berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai atau dilarang oleh hukum adat. Di kota besar adat istiadat kurang berperan dalam mengendalikan prilaku menyimpang. Akan tetapi di masyarakat pedesaan yang masih bersifat tradisional, adat istiadat sangat berperan aktif dalam mengatur prilaku masyarakat.

4.      Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang mempunyai kelebihan pengaruh, atau wibawa sehingga disegani dan dihormati oleh anggotannya. Oleh karena kelebihannya itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagai pemimpin atau panutan, baik formal maupun nonformal. Dengan demikian tokoh masyarakat mempunyai peran penting dalam mengendalikan prilaku warga masyarakat yang menyimpang melalui teguran, nasihat, atau sanksi.

BAB III
KESIMPULAN
Pranata sosial adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup bermasyarakat. Wujud konkrit dari pranata sosial adalah lembaga sosial. Menurut Gillin dan Gillin, pranata sosial dapat dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, sistem nilai yang diterima oleh masyarakat, penerimaan masyarakat, penyebarannya, dan fungsinya.
Macam-macam pranata sosial yaitu pranata keluarga, pranata pendidikan, pranata ekonomi, pranata agama, dan pranata politik di mana masing-masing pranata tersebut mempunyai perannya sendiri. Peran lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu dengan mencegah, membatasi, serta mengatur prilaku masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan. Adapun bentuk lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu polisi, pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.

Setiap individu, keluarga, masyarakat dituntut untuk bersosialisasi, berinteraksi, berbudaya, dan bernegara yang sewajarnya dalam rangka mencari suatu lingkungan yang tentram di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan nilai demokrasi yang sudah marak dipraktikan, bahwa manusia selalu mendambakan kebebasan pribadi, kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan sebagainya. Akan tetapi, apabila kebebasan itu dinodai oleh perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma sosial, maka akan menimbulkan suatu permasalahan lain yakni penyimpangan sosial

0 komentar:

Posting Komentar