About

MTs Al Isthakhariyyah Pamalayan

Selasa, 20 Januari 2015

Ukhuwah Islamiyah

Merakit Ulang Ukhuwah Islamiyah

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Hadirin rahimah kumullah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi baahwasan-Nya pada kesempatan ini kita bisa berkumpul bersama di tempat yang mulia ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad saw.
Saudaraku.
Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus merupakan salah satu kekuatan perekat sosial untuk memperkokoh kebersamaan. Fenomena kebersamaan ini dalam banyak hal dapat memberikan inspirasi solidaritas sehingga tidak ada lagi jurang yang dapat memisahkan silaturahmi di antara sesamanya.
            Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, bangunan kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan kepentingan yang dapat merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap dan prilaku yang saling berseberangan.
            Karena itu, semangat ukhuwah ini secara sederhana dapat terlihat dari ada atau tidak adanya sikap saling memahami untuk menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Ukhuwah Islamiyah sendiri menunjukkan jalan yang dapat ditempuh untuk membangun komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga memberikan semangat baru untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan petunjuk al-Qur'an serta teladan dari para NabidanRasul-Nya.
Hadarin...
            Sekurang-sekurangnya ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan yang Islami. Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang dipersonifikasikan ke dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit. Kedua, persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi untuk memperkuat dan memperkokoh.
      saudaraku
            Ilustrasi pertama menunjukkan pentingnya unsur solidaritas dan kepedulian dalam upaya merakit bangunan ukhuwah menurut pandangan Islam. Sebab Islam menempatkan setiap individu dalam posisi yang sama. Masing-masing memiliki kelebihan, lengkap dengan segala kekurangannya. Sehingga untuk menciptakan wujud yang utuh, diperlukan kebersamaan untuk dapat saling melengkapi. Sedangkan ilustrasi kedua menunjukkan adanya faktor usaha saling tolong menolong, saling menjaga,   saling membela dan saling melindungi.
            Hadirin yang dimuliakan Allah
Pernyataan al-Qur'an: Innama al-mu'minuuna ikhwatun (sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara) memberikan kesan bahwa orang mu'min itu memang mestinya bersaudara. Sehingga jika sewaktu-waktu ditemukan kenyataan yang tidak bersaudara, atau adanya usaha-usaha untuk merusak persaudaraan, atau bahkan mungkin adanya suasana yang membuat orang enggan bersaudara, maka ia berarti bukan lagi seorang mu'min. sebab penggunaan kata "innama" dalam bahasa Arab menunjukkan pada pengertian "hanya saja."
Tuntutan normatif seperti tertuang dalam al-Qur'an di atas memang seringkali tidak menunjukkan kenyataan yang diinginkan. Kesenjangan ini terjadi, antara lain, sebagai akibat dari semakin memudarnya penghayatan terhadap pesan-pesan Tuhan khususnya berkaitan dengan tuntutan membina persaudaraan. Bahkan, lebih celaka lagi apabila umat mulai berani memelihara penyakit ambivalensi sikap: antara pengetahuan yang memadai tentang al-Qur'an di satu sisi, dengan kecenderungan menolak pesan-pesan yang terkandung di dalamnya di sisi lain, hanya karena terdesak tuntutan pragmatis, khususnya menyangkut kepentingan sosial, politik ataupun ekonomi. Karena itu, bukan hal yang mustahil, jika seorang pemuka agama sekalipun, rela meruntuhkan tatanan ukhuwah hanya karena pertimbangan kepentingan-kepentingan primordial.
            Karena tarik menarik antara berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai sejumlah prestasi yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik yang tidak kurang memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar dalam melakukan interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya sehari-hari. Konflik yang bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip menurut ajaran, dapat membongkar bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanankehidupannya.
            Perbedaan interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan shahabat, misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang telah lama dirintis bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan suatu generasi untuk mewarisi tradisi konflik yang mewarnai generasi sebelumnya. Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-masa berikutnya hampir selalu diwarnai oleh politik balas dendam" yang tidak pernah berujung.
Al-Qur'an memang memberikan peluang kepada ummat manusia untuk bersilang pendapat dan berbeda pendirian. Tetapi al-Qur'an sendiri sangat mengutuk percekcokan dan pertengkaran. Interprestasi terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), pemaknaan terhadap keterikatan sesuatu ayat dengan asbab nuzul, atau sesuatu hadits dengan asbab wurud-nya, seringkali melahirkan adanya sejumlah perbedaan. Lebih-lebih  perbedaan itu telah memasuki wilayah ijtihadiyah.         
            Dalil-dalil dzanny yang biasa menjadi rujukan beramal memang memiliki potensi untuk melahirkan perbedaan. Tetapi perbedaan itu sendiri seharusnya dapat melahirkan hikmah, baik dalam bentuk kompetisi positif, mempertajam daya kritis, maupun dalam membangun semangat mencari tahu sesuai dengan anjuran memperbanyak ilmu. Sayangnya, dalam kenyataan, perbedaan itu justru seringkali melahirkan hancurnya nilai-nilai ukhuwah, hanya karena ketidaksiapan untuk memahami cara berpikir yang lain, atau karena keengganan menerima perbedaan
sebagai buah egoisme yang tidak sehat.
            Dan, yang lebih celaka lagi, apabila potensi konflik itu telah dipengaruhi variabel-variabel politik dan ekonomi seperti apa yang saat ini tengah dialami oleh bangsa kita yang semakin lelah ini. Ikatan agama telah pudar oleh kepentingan kekuasaan. Kehangatan persaudaraan pun semakin menipis karena desakan-desakan materialisme ataupun kepentingan primordialisme. Perbedaan paham politik sangat potensial untuk melahirkan suasana ketidakakraban yang cenderung membawa kepada suasana batin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah. Demikian juga perbedaan tingkah kekayaan sering melahirkan kecemburuan yang juga sangat potensial untuk mengundang suasana
 bathin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah.
            Subhanallah, ukhuwah kini telah menjadi barang antik yang sulit dinikmati secara bebas dan terbuka. Karena ukhuwah memang hanya akan dapat terwujud apabila masyarakat sudah mampu memiliki dan menghayati prinsip-prinsip tasamuh (toleransi), sekaligus terbuka untuk melakukan tausiyah (saling mengingatkan).
            Hadirin rahimah kumullah.
Sekian uraian dari saya. Semoga bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan, terima kasih atas perhatiannya.
            Jalan jalan ke pangandaran
Janganlah lupa beli hiasan.  
Mari kita  rakit persaudaraan
Lupakanlah semua perbedaan

0 komentar:

Posting Komentar