Ada sebuah cerita tentang Arti dari sebuah pernikahan...
Suatu ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, Guru, apakah arti cinta…? dan apa artinya pernikahan…?
Guru
tersebut menjawab, Di depanmu ada sebuah taman, berjalanlah tanpa
menoleh ke belakang dan carilah bunga yang paling indah, jika sudah kau
dapatkan segeralah kembali.
Kemudian berjalanlah sang murid menyusuri taman tersebut, mencari dan terus mencari.
Sang
guru telah menunggu cukup lama akhirnya mendapati muridnya datang
dengan tangan kosong, Sang guru bertanya, Kenapa engkau tidak membawa
apa-apa?
Murid
tersebut menjawab, Di tengah perjalanan aku sudah menemukan sekuntum
bunga yang indah namun aku berpikir di depan sana pasti masih ada yang
lebih indah maka dari itu aku tidak mengambilnya dan tanpa kusadari aku
telah melewati taman tersebut tanpa mendapati apa-apa.
Kemudian sang Guru berkata, Itulah arti cinta
Lalu si murid bertanya kembali, Bagaimana dengan arti pernikahan…
Kemudian
sang Guru berkata, Sekarang cobalah berjalan melalui taman di
belakangmu itu dan carilah kembali bunga yang paling indah di dalamnya.
Tanpa
berpikir panjang si murid berjalan memasuki taman yang berhadapan
dengan taman sebelumnya. Namun si murid kembali dengan cepatnya dengan
membawa sekumtum bunga yang jika dilihat bunga tersebut biasa-biasa
saja, kemudian diperlihatkannya bunga tersebut kepada sang Guru.
Sang
Guru bertanya, Kenapa cepat sekali engkau kembali padahal aku baru
melihatmu memasuki taman lalu kembali lagi ke sini dan menurutku bunga
ini biasa-biasa saja tidak terlalu indah menurutku?
Murid
menjawab, Aku takut kalau aku tidak akan mendapatkan bunga lagi di
depan dan jika di depan sana masih banyak terdapat bunga, aku takut
kalau bunga-bunga di depan sana tidak ada yang seindah bunga ini, maka
dari itu aku ambil bunga ini dan lalu kembali.
Sang Guru hanya tersenyum dan berkata, “Itulah arti pernikahan…”
Selalulah
berpikir bahwa pasangan kita saat ini adalah yang terbaik bagi kita.
Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, kesempurnaan hanyalah milik
Allah semata.
Pernikahan
merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan,
baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir
(mental), pendidikan dan lain hal.Dalam pandangan Islam, pernikahan
merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis
dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.Aqad
nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat
"ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan
hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi.
Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat
menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya
perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara
makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara
wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu,
diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".Begitu
sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho"
atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan
Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian
yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara
dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah
pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah
SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan
merampas hak istrinya dengan firmannya : "Bagaimana kalian akan
mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain
sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian
perjanjian yang berat "Mitsaqon gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).
Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
II.
Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi
yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk
berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan
tanggung jawab dalam rumah tangga.Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S An-Nur : 33
III.
Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan
menyalurkan biologi, walau seseorang tersebut sanggup melaksanakan
tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan
biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban
dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
Sebaiknya
sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar,
bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap
penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa
karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.
Bagi
mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah,
berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian
itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila
perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh
Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
Lalu
apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi
bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan
Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena
kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan
menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan
kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana
yang sering kita dengar.
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Ar-Ruum : 21)
Keterangan :
-
Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai
ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta
masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta menjalankan
kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah tangga,
dan istri sebagai wakilnya.Masa awal berumah tangga, dimana kita harus
dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan
masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.
-
Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling
memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan
tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.
-
Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan
kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik
atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul
perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan
oleh godaan-godaan yang ada.
-
Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua
perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan
tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan
menuju ridho Allah SWT.
Tapi
mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan padahal Allah
telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada
sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.
Allah
menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan
tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang
akan dicatat sebagai ibadah.
"Perjanjian
Berat" Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang
tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya
atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut
ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang Allah SWT ikut
dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan
masyarakat.
Tanggung
jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita
yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita
tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,
2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,
3. Mendidik akhlak dan agama dengan baik,
4. Mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.
Setelah
ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan
menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami
sebagai imam).
Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan misi yang mulia.Demikian, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar