Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (独立準備調査会 Dokuritsu
Junbi Chōsakai?)adalah
sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada
tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan
wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang)
dan Raden Pandji Soeroso.
Di
luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan
wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko(orang Jepang).
Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal
yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesiamerdeka.
Pada
tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan
BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk
mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri
dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang
asal Sumatera, 2
orang asal Sulawesi, 1
orang asal Kalimantan, 1
orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1
orang asalMaluku, 1
orang asal etnis Tionghoa.
Daftar
isi
Kekalahan Jepang dalam
perang Pasifik semakin
jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki
Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan
bahwa Indonesia akan
dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
Dengan cara itu, Jepang berharap
tentara Sekutu akan
disambut oleh rakyat Indonesia sebagai
penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan
pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa,Jenderal Kumakichi Harada,
mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau
dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan
memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata
pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI
resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945,
bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan
nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang
ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang).
Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga
diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat)
dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.
BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota
aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari
semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah
perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil
dari bangsa Jepang ini tidak
mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya
hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :
Pada
tanggal 28 Mei 1945,
diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan
BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman
kolonial Belanda gedung
tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda,
semacam lembaga "Dewan Perwakilan
Rakyat Hindia-Belanda"
di masa penjajahan Belanda),
dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi
di Jalan Pejambon 6 –Jakarta.
Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama)
diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada
tanggal 29 Mei 1945, dan
berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945,
dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia,
filsafat negara "IndonesiaMerdeka"
serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara
pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer
jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang
menguasai Jawa serta
Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano.
Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang
berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya
agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia,
yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia"
("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih
dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu
sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah
merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna
mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia,
yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu
adalah sebagai berikut :
Sidang
tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad
Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia,
yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri
Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
Sidang
tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia,
yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1.
Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5.
Keadilan Sosial”.
Sidang
tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia,
yang beliau namakan "Pancasila",
yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3.
Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Gagasan
mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang
dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut
kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila",
masih menurut beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusanPancasila ini
dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga
Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang
Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut
bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu
Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dariBung Karno dalam
menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan",
yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan
tanggal 1 Juniditetapkan
dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato
dari Ir. Soekarno ini
sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI
mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu
bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia
kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan"
dengan diketuai oleh Ir. Soekarno,
yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai
dasar negaraRepublik Indonesia.
Naskah
Asli "Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter"
yang dihasilkan oleh "Panitia Sembilan" pada tanggal 22 Juni 1945
Sampai
akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik
temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang
benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut
di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang
telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari
"Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Mohammad Hatta (wakil
ketua)
Mr. Prof. Mohammad
Yamin, S.H. (anggota)
Kiai Haji Abdul
Wahid Hasjim (anggota)
Abdoel Kahar
Moezakir (anggota)
Raden Abikusno
Tjokrosoejoso (anggota)
Haji Agus Salim (anggota)
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah
melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(pihak "Nasionalis")
dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka
pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia
Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negaraRepublik Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter",
yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement".
Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan
hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka"
yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut :
Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Rancangan
itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang
kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di
antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak
resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin
sendiri oleh Bung Karno yang
membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda:
"Preambule") Undang-Undang Dasar 1945",
yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua
(10 Juli-17 Juli 1945).
Masa
persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga
tanggal 14 Juli 1945.
Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kewarganegaraan Indonesia,
rancangan Undang-Undang Dasar,
ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada
persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam
panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain
adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai
oleh Ir. Soekarno),
Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso),
dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada
tanggal 11 Juli 1945,
sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
yang diketuai oleh Ir. Soekarno,
membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah
khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,
yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Prof. Mr. Dr.
Soepomo (ketua panitia kecil)
Mr. KRMT
Wongsonegoro (anggota)
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
Haji Agus Salim (anggota)
Dr. Soekiman
Wirjosandjojo (anggota)
Pada
tanggal 13 Juli 1945,
sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
yang diketuai oleh Ir. Soekarno,
membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus
merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang
beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada
tanggal 14 Juli 1945,
sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno.
Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang
di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
Pembukaan Undang-Undang Dasar
Batang
tubuh Undang-Undang Dasar yang
kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945",
yang isinya meliputi :
Wilayah
negara Indonesia adalah
sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu,
ditambah denganMalaya, Borneo Utara
(sekarang adalah wilayah Sabah dan
wilayah Serawak di
negara Malaysia,
serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang
adalah wilayah negara Timor Leste),
dan pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep
proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru
rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta",
sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir
seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI
mengenai penerapan aturan Islam,Syariat Islam,
dalam negara Indonesia baru.
"Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter"
pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
Pada
tanggal 7 Agustus 1945,
BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi
negara Indonesia Merdeka,
dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia"
("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkaidengan Ir. Soekarno sebagai
ketuanya.
Tugas
"PPKI" ini yang pertama adalah
meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule)
serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan
pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada
bangsa Indonesia, dan
mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi
negara Indonesia baru.
Anggota
"PPKI" sendiri terdiri dari 21
orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia,
sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di
wilayah Hindia-Belanda,
terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asalSumatera, 2
orang asal Sulawesi, 1
orang asal Kalimantan, 1
orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1
orang asalMaluku, 1
orang asal etnis Tionghoa.
"PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan
sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta,
sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo
Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak
enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman
Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa
Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo
Djojoadisoerjo.
Secara
simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada
tanggal 9 Agustus 1945,
dengan mendatangkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh"
atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu
bernama: Saigon),
adalah kota terbesar
di negara Vietnamdan
terletak dekat delta Sungai Mekong.
Pada
saat "PPKI" terbentuk, keinginan
rakyat Indonesia untuk
merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya
tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
negaraIndonesia.
Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa
kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama
sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada
anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan
sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di
lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang
ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu
negara Indonesia baru.
Tetapi
cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa
diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah
tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian
akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa
kemerdekaan Indonesia akan
diberikan pada tanggal 24 Agustus1945. Seluruh
persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan
sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat
tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna
meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh
rakyat Indonesia,
yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ir. Soekarno membacakan
naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang
sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan
telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Sementara
itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945,
dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas
lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta
pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti
oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis")
guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna
dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta"
atau "Jakarta Charter".
Setelah
itu Drs. Mohammad Hatta masuk
ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat
perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.
Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda:
"preambule")
dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945",
yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :
Pertama,
kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah,
diganti dengan kata “Pembukaan”.
Kedua,
anak kalimat "Piagam Jakarta"
yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga,
kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama
Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret
kata-kata “dan beragama Islam”.
Keempat,
terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang
semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
"PPKI" sangat berperan dalam
penataan awal negara Indonesia baru.
Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga
buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas
dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita
remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas
yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya
"PPKI" dapat meletakkan
dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang
saat itu baru saja berdiri.
UPAYA
PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
A. PEMBENTUKAN BPUPKI
1. Latar
Belakang
Memasuki
awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak.
Angkatan Laut Amerika Serikat dipimpin Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi
penting di Kepulauan Mariana seperti Saipan, Tidian dan Guan yang memberi
kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan langsung ke Kepulauan Jepang.
Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral
Douglas Mac Arthur melalui siasat loncat kataknya berhasil pantai Irian dan
membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari Holandia inilah Mac Arthur
akan menyrang Filipina untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan
Laut Sekutu yang berpusa di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat
pertahanan militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang. Kondisi
tersebut menyebabkan jatuhnya pusat pertahanan Jepang dan merosotnya semangat
juang tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang yang semula ofensif berubah menjadi
defensif (bertahan).
2. Pengertian
dan Tujuan BPUPKI
Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( Dokuritsu Junbi
Cosakai ) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan
balatentaraJepang pada
tanggal 29 April 1945 bertepatan
dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI diketuai oleh Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio
(orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
BPUPKI diresmikan
pada tanggal 28 Mei 1945 di gedung Cuo Sangi In di jalan
Pejabon, Jakarta. Upacara peresmiannya dihadiri 2 Orang Pejabat Jepang,
Yaitu Jendral Itagaki ( panglima Ketujuh yang bermarkas di Singapura
) dan Letnan Jenderal Nagano ( panglima Tentara ke enam yang baru ).
Pada
saat peresmian dikibarkan pula bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G.
Pringgodigdo yang disusul pengibaran bendera Indonesia, Merah
Putih oleh Toyohito Masuda.
3. Anggota
– Anggota BPUPKI
1. KRT
Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
2. R.P.
Soeroso (Wakil Ketua)
3. ichibangase
Yosio (Wakil Ketua) - orang Jepang
4. Ir.
Soekarno
5. Drs.
Moh. Hatta
6. Mr.
Muhammad Yamin
7. Prof.
Dr. Mr. Soepomo
8. KH. Wachid Hasjim
9. Abdoel
Kahar Muzakir
10. Mr. A.A. Maramis
11. Abikoesno
Tjokrosoejoso
12. H. Agoes Salim
13. Mr.
Achmad Soebardjo
14. Prof.
Dr. P.A.A. Hoesein Djajadiningrat
16. AR Baswedan
17. Soekiman
18. Abdoel
Kaffar
19. R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
20. KH. Ahmad Sanusi
21. KH. Abdul Halim
22. Liem Koen Hian
23. Tan Eng Hoa
24. Oey Tiang Tjoe
25. Oey Tjong Hauw
4. Kegiatan
BPUPKI
a. RAPAT
PERTAMA
Rapat
pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta
yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda,
gedung tersebut merupakan gedung Volksraad,
lembaga DPR pada zaman kolonial Belanda.
Rapat
dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei
1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
1. peri
kebangsaan
2. peri
ke Tuhanan
3. kesejahteraan
rakyat
4. peri
kemanusiaan
5. peri
kerakyatan
1. persatuan
2. mufakat
dan demokrasi
3. keadilan
sosial
4. kekeluargaan
5. musyawarah
a. kebangsaan
Indonesia
b. internasionalisme
dan peri kemanusiaan
c. mufakat
atau demokrasi
d. kesejahteraan
sosial
e. Ketuhanan
yang Maha Esa
Kelima
asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan
dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan
yang berkebudayaan
Bahkan
masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali
disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong
royong merupakan upaya Soekarnodalam
menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima
asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila,
namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan
serta redaksi yang sedikit berbeda.
Sementara
itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai
penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
b. RAPAT
KEDUA
Rapat
kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah
negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan,
pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno,
Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia
Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan
pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah
Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua,
Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada
tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil
beranggotakan 7 orang yaitu:
1. Prof.
Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
2. Mr.
Wongsonegoro
3. Mr.
Achmad Soebardjo
4. Mr.
A.A. Maramis
5. Mr.
R.P. Singgih
6. H.
Agus Salim
7. Dr.
Soekiman
Pada
tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas
hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada
tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD
yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah
pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh
UUD
Konsep
proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia
pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir
seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
c. MASA
ANTARA RAPAT PERTAMA DAN KEDUA
Dalam
masa reses (masa istirahat) antara Sidang I BPUPKI dengan Sidang II BPUPKI,
masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga
akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia
kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia
Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
1. Ir.
Soekarno (ketua)
6. Abdul
Kahar Muzakir (anggota)
9. Mr. A.A.
Maramis (anggota)
Setelah
melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang
dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan
menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) yang berisikan: a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya b. Kemanusiaan yang adil dan beradab c. Persatuan
Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. PEMBENTUKAN PPKI
1. Latar
belakang dan pembentukan PPKI
Pada
tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI atau Dokurtsu Junbi Cosakai dibubarkan oleh
Jepang karena dianggap terlalu cepat mewujudkan kehendak Indonesia merdeka dan mereka
menolak adanya keterlibatan pemimpin pendudukan Jepang dalam persiapan
kemerdekaan Indonesia.
Pada
tanggal itu pula dibentuk PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota
berjumlah 21 orang terdiri dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang
dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang
dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
2. Susunan
Anggota PPKI
ketua
: Ir Soekarno
wakil
ketua
: Moh Hatta
penasehat
: Ahmad Subardjo
anngota
: R.A.A Wiranata Kusumah
ki Hajar Dewantoro
Mr. Kosman singodimejo
Sayuti Melik
Iwa Kusuma Sumantri
3. Tujuan
PPKI dan Kegiatannya
Tugas
PPKI adalah menyusun rencana kemerdekaan Indonesia yang telah dihasilkan
BPUPKI. PPKI pada dasarnya dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai
upaya untuk menarik simpati dari berbagai golongan.
PPKI
secara simbolik dilantik oleh Jendral Terouchi dengan mendatangkan Ir.
Soekarno, Drs. M. Hatta dan juga Rajiman Wedyodiningrat (mantan ketua BPUPKI)
ke Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945. Dalam pidato pelantikannya Terauchi
menerangkan bahwa cepat atau lambat kemerdekaan bisa diberikan, tergantung pada
cara kerja PPKI. adapun wilayah Indonesia, maka wilayah Indonesia akan meliputi
bekas Hindia Belanda. Bahkan dari hasil pertemuan tanggal 11 Agustus 1945,
rencana kemerdekaan akan diberikan tanggal 24 Agustus 1945.
Setelah
pembentukannya PPKI tidak dapat berbuat banyak, karena kegiatannya terganggu
oleh gerakan para pemuda yang berkeinginan agar pemimpin PPKI yaitu Ir.
Soekarno dan Drs. M. Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
khususnya pada tanggal 15 Agustus 1945, setelah para pemuda mendengar berita
kekalahan Jepang atas Sekutu akibat pemboman kota Hiroshima 6 Agustus 1945 dan
Nagasaki 9 Agustus 1945.
C. PERISTIWA PENTING SEPUTAR
PROKLAMASI
1. Peristiwa
Rengas Dengklok
Peristiwa
Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari "penculikan" yang
dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari
perkumpulan "Menteng 31"
terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno
dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang,
untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili
Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan
golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi
desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena
tidak semua anggota PETA mendukung
rencana tersebut.
2. Perumusan
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sekitar
pukul 21.00 WIB Soekarno Hatta sudah sampai di Jakarta dan langsung menuju ke
rumah Laksamana Muda Maeda, Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta untuk menyusun teks
proklamasi. Dalam kondisi demikian, peran Laksamana Maeda cukup penting. Pada
saat-saat yang genting, Maeda menunjukkan kebesaran moralnya, bahwa kemerdekaan
merupakan aspirasi alamiah dan hak dari setiap bangsa, termasuk bangsa
Indonesia.
Tokoh
yang terlibat dalam perumusan teks proklamasi antara lain, Ir. Soekarno,
Mohammad Hatta dan Ahmad Soebarjo.
3. Pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan
Setelah
rumusan teks proklamasi selesai dirumuskan muncul permasalahan, siapa yang akan
menandatangani teks proklamasi? Soekarno mengusulkan agar semua yang hadir
dalam rapat tersebut menandatangani naskah proklamasi sebagai” Wakilwakil
Bangsa Indonesia”. Usulan Soekarno tidak disetujui para pemuda sebab sebagian
besar yang hadir adalah anggota PPKI, dan PPKI dianggap sebagai badan bentukan
Jepang. Kemudian Sukarni menyarankan agar Soekarno Hatta yang menandatangani
teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. Saran dan usulan Sukarni diterima.
Langkah
selanjutnya, Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik konsep teks
proklamasi dengan beberapa perubahan, kemudian ditandatangani oleh Soekarno
Hatta. Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
a. kata “ tempoh” diubah menjadi tempo,
b. wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan
c. tulisan “Djakarta, 17-8-’05“ diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahun ‘05.
Naskah
hasil ketikan Sayuti Melik merupakan naskah proklamasi yang autentik. Malam itu
juga diputuskan bahwa naskah proklamasi akan dibacakan pukul 10.00 pagi di
Lapangan Ikada, Gambir. Tetapi karena ada kemungkinan timbul bentrokan dengan
pasukan Jepang yang terus berpatroli, akhirnya diubah di kediaman Soekarno, Jl.
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Sejak pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di
kediaman Ir. Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta telah diadakan
berbagai persiapan untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kurang
lebih pukul 09.55 WIB, Drs. Mohammad Hatta telah datang dan langsung menemui
Ir. Soekarno. Sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan, pukul 10.00 WIB
Soekarno menyampaikan pidato yag intinya adalah sebagai berikut :
- Meski
mengalami pasang surut, perjuangan bangsa indonesia untuk mencapai kemerdekaan
tidak pernah berhenti
- Dengan
tenaga dan kekuatan sendiri, bangsa indonesia bertekat bulat menentukan nasib
bangsa dan tanah airnya.
4. Penyebarluasan
berita proklamasi kemerdekaan
Penyebaran
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara
cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi
telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B.
Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama
Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita
proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil
marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui
udara.
Meskipun
orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi,
tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita
proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat
siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di
Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada
tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para
pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para
pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei)
ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya
Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar
baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya
berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Di
samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung
oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan
PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
a. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
b. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
c. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
d. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
D. PEMBENTUKKAN KELENGKAPAN NEGARA
1. Sidang
PPKI tanggal 18 Agustus 1945
a. Mengsahkan
UUD 1945
b. Memilih
Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden
c. Sebelum
dibentukknya MPR, sementara tugas presiden dibantu KNIP
2. Sidang
PPKI tanggal 19 Agustus 1945
a. Pembagian
wilayah atas 8 Provinsi dan gubernurnya
1. Sumatera
: Teuku Mohammad Hasaan
2. Jawa
Barat : Sutardjo
Kartohadikusumo
3. Jawa
Tengah : R. Panji Surono
4.
Jawa Timur : R.M. Suryo
5.
Sunda Kecil : Mr. I. Gusti Ketut
Puja
6.
Maluku
: Mr. J. Latuharhary
7.
Sulawesi
: R. G.S.S.J. Ratulangi
8.
Kalimantan : Ir. Pangeran
Mohammad Noor
b. Membentuk
komite Nasional ( daerah )
c. Menetapkan
12 departemen beserta menterinya, 4 menteri negara dan pejabat tinggi negara
- 12
departemen beserta menterinya
1. Departemen
Dalam Negeri : R.A.A. Wiranata
Kusumah
2. Departemen
Luar Negeri
: Mr. Ahmad Subardjo
3. Departemen
Kehakiman
:
Prof. Dr. Mr. Supomo
4. Departemen
Keuangan
: Mr. A.A Maramis
5. Departemen
Kemakmuran : Surachman
Cokroadisurjo
6. Departemen
Kesehatan
: Dr. Buntaran Martoatmojo
7. Departemen
Pengajaran,
Pendidikan,
dan Kebudayaan : Ki Hajar Dewantara
8. Departemen
Sosial
: Iwa Kusumasumantri
9. Departemen
Pertahanan
: Supriyadi
10. Departemen
Perhubungan : Abikusno
Tjokrosuyoso
11. Departemen
Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosuyoso
12. Departemen
Penerangan :
Mr. Amir Syarifudin
- 4
Menteri negara
1.
Menteri
negara
: Wachid Hasyim
2. Menteri negara : M. Amir
3. Menteri negara : R. Otto Iskandardinata
4. Menteri negara : R.M Sartono
2. Menteri negara : M. Amir
3. Menteri negara : R. Otto Iskandardinata
4. Menteri negara : R.M Sartono
- Pejabat
Tinggi negara
1.
Ketua Mahkamah Agung
: Dr. Mr. Kusumaatmaja
2. Jaksa Agung : Mr. Gatot Tarunamihardja
3. Sekretaris negara : Mr. A.G. Pringgodigdo
4. Juru bicara negara : Soekarjo Wirjopranoto
2. Jaksa Agung : Mr. Gatot Tarunamihardja
3. Sekretaris negara : Mr. A.G. Pringgodigdo
4. Juru bicara negara : Soekarjo Wirjopranoto
3. Sidang
PPKI tanggal 22 Agustus 1945
a. Pembentukkan
Komite Nasional
Komite
Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (PemiluAnggota KNIP dilantik pada
tanggal 29 Agustus 1945. Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan.
Namun, kemudian diperluas tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga
mempunyai kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam
rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut, wakil presiden Drs.
Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi
hal-hal berikut.
1. KNIP
sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat
undang-undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
2. Berhubung
gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah
Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia
disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai
tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
Susunan
Pengurus KNIP
1. Ketua
: Mr. Kasman Singodimejo
2. Wakil
Ketua
I
: Sutarjo Kartohadiprojo
3. Wakil
Ketua
II
: Mr. J. Latuharhary
4. Wakil
Ketua
III
: Adam Malik
b. Pembentukan
Pertai Nasional Indonesia
Partai
Nasional indonesia pada awal pembentukannya bertujuan untuk dijadikan partai
tunggal di indonesia. Sedangkan tujuan menurut PPKI adalah mewujudkan Negara
Republik Indonesia yang berdaulat , adil dan makmur.
Maka
setelah itu bermunculanlah berbagai partai politik, diantaranya : Masyumi,
Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat
Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik,
Permai, dan PNI.
c. Pembentukkan
Badan Keamanan Rakyat ( BKR )
Sehubungan
dengan pembentukkan badan keamanan rakyat, PPKI memutuskan beberapa hal, antara
lain :
1. Rencana
pembelaan negara oleh BPUPKI yang mengundang politik peperangan tidak diterima
karena bangsa indonesia menjalnkan politik perdamaian
2. PETA
di Jawa dan di Bali serta LASKAR RAKYAT di Sumatera segera dibubarkan
3. Para
anggota HEIHO dengan segera diberhentikan
4. Untuk
kedaulatan Negara Republik Indonesia Merdeka, tentara kebangsaan Indonesia
harus selekasnya dibentuk oleh presiden
Sebagai
tindak lanjut dari keputusan PPKI tersebut, maka dibentuklah Badan Keamanan
Rakyat ( BKR )yang ditetapkan sebagai Badan dan Penolong Keluarga Korban
Perang ( BPKKP ) dengan tugas memelihara keselamatn rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar