A. Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari istilah bahasa Inggris social
institution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah lembaga sosial dan
bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakn berbeda-beda, tetapi social institution
menunujuk pada unsur-unsur yang mengatur prilaku anggota masayarakat. Pranata
juga berasal dari bahasa latin institure yang berarti mendirikan. Kata bendanya
adalah institutio yang berarti pendirian. Dalam bahasa Indonesia institution
diartikan institusi (pranata) dan institut (lembaga). Institusi adalah system
norma atau aturan yang ada. Institut adalah wujud nyata dari norma-norma.
Pranata adalah seprangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kegiatan
tertentu. Pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat
dalam pranata termasuk kebutuhan social. Seperangkat aturan yang terdapat dalam
pranata berpedoman pada kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan,
berarti bersifat abstrak. Wujud nyata dari pranata adalah lembaga (institut).
Untuk jelasnya lihat bagan di bawah ini. PRANATA DAN LEMBAGA No. Kegiatan dan
Kebutuhan Pranata Lembaga.
1. Makanan, pakaian, perumahan
perdagangan Keluarga Abimanyu.
2. Peran serta politik Pemilihan umum
Lembaga Pemilihan Umum.
3. Pengembangan keturunan pernikahan
KUA, Catatan Sipil, Gereja.
Menurut Koentjaraningrat, istilah pranata dan lembaga sering
dikacaukan pengertiannya. Sama halnya dengan istilah institution dengan istilah
institute. Menurut Koentjaraningrat, istilah institute dalam bahasa
Indonesiaberaryi lembaga, sedangkan institution adalah pranata. Hal itu berarti
bahwa pranata dan lembaga memiliki makna yang berbeda. Pranata merupakan system
norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas khusus, sedangkan lembaga
adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut.
B. Ciri Pranata Sosial
Dalam buku Sosiologi suatu pengantar, tulisan Soerjono Soekanto,
tahun 1987, disebutkan bahwa ia menggaris bawahi pendapat John Levis Gillin dan
John Philillpe Gillin yang memuat beberapa ciri umun pranata social seperti
berikut:
1. Pranata social merupakan suatu
organisasi pola pemikiran dan pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas
kemasyarakatan yanga hasilnya terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan,
kebiasaan, serta unsure-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak
langsung tergabung dalam satu unit yang funsional.
2. Hampir semua pranata social
mempunyai suatu tingkat kekelan tertentu sehingga orang menganggapnya sebagai
himpunan norma yang sudah sewajarnya harus dipertahankan. Suatu system
kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian pranata social
setelah melewati waktu yang sangat lama.
3. Pranata social mempunyai satu atau
beberapa tujuan tertentu.
4. Pranat social mempunyai alat
perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan.
5. Pranta social biasanya memiliki
lambing-lambang tertentu yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan
fungsinya.
6. Pranata social mempunyai suatu
tradisi tertulis ataupum tidak tertulis yang merupakan dasar bagi pranta yang
bersangkutan dalam menjalankan fungsinya. Tradisi tersebut merumuskan tujuan
dan tata tertib yang berlaku.
Beberapa tipe pranata sosial Tipe-tipe pranata social dapat
diklasifikasikan dari berbagai sudut. Berikut ini dikemukakan beberapa tipe
pranata social menurut Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto, 1987).
1. Dari sudut perkembangan
Dari sudut perkembangannya dikenal dua macam prnata social, yaitu
crescive institution dan enacted institutions.
a. Crescive institution,
pranata social yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat sehingga
disebut juga pranata yng paling primer. Contoh pranata hak milik, perkawinan,
dan agama.
b. Enacted institutions, pranat yang
sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: Pranata utang-piutang
dan pranata pendidikan. Meskipun pranata itu dibentuk dengan sengaja, tetapi
tetap berakar pada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
2. Dari sudut system nilai yang
diterima oleh masyarakat.
dari sudut nilai yang diterima oleh masyarakat dikenal dua macam
pranata social, yaitu basic institutions dan subsidiary institutions.
a. Basic institutions, pranata
social yang penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam
masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan negara.
b. Subsidiary institutions, pranata
social yang berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting,
misalnya rekreasi. Ukuran yang digunakan untuk menentukan penting dan tidaknya
suatu pranta social sangat bergantung pada kondisi masyarakat yang
bersangkutan.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat
Dari sudut penerimaan masyarakat dikenal dua macam pranata social,
yaitu approved institution dan sanctioned institutions serta unsanctioned
institutions.
a. Approved institution dan
sanctioned institutions, pranata yang diterima oleh masyarakat, seperti sekolah
dan perdagangan.
b. Unsanctioned institutions, pranata
social yang ditolak oleh masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu
memberantasnya, misalnya pemerasan, kejahatan, dan pencolengan.
4. Dari sudut penyebaran
Dari sudut penyebarannya dikenal dua macam pranata social, yaitu
general institutions dan restricted institutions.
a. General institutions,
pranata yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Misalnya pranta
agama, hak-hak asasi manusia (HAM).
b. Restricted institutions, yaitu pranata
social yang hanya dikenal oleh sebagian masyarakat tertentu. Misalnya pranata
agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha.
5. Dari sudut fungsi
Dari sudut fungsi dikenal dua macam pranata social, yaitu operative
institutions dan regulative Institution.
a. Operative institutions,
pranata social yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dari masyarakat yang bersangkutan, misalnya
pranata industry.
b. Regulative Institution, pranata
social berfunsi mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam
masyarakat, misalnya pranata hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.
C. Fungsi Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan suatu aturan yang keberadannya memang
dikehendaki dan dibutuhkan oleh anggota masyarakat. Dengan demikian, bagi
kehidupan masyarakat pranata social menjadi suatu bentuk tata kelakuan yang
harus dipenuhi oleh tiap individu dalam mengadakan hubungan social. Pranata
social mengatur hubungan social yang berlangsung antarindividu sehingga dalam
hubungan tersebut masing-masing pihak bertindak sesuai posisi dan perannya.
Suatu pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia
pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Memberikan pedoman kepada anggota
masyarakat tentang bagaimana mereka harus bersikap atau berprilaku dalam
menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat terutama yang menyangkut
kebutuhan dari yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat
yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sisten pengendalian sosial (social control), yang
maksudnya untuk mengadakan sistem pengawasan dari masyarakat terhadap prilaku
anggotanya.
D. Macam-macam Pranata Sosial
1. Pranata Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Pada hakikatnya
komponen keluarga terdiri ayah, ibu, dan anak. Tiap-tiap anggota keluarga
menjalankan hak dan kewajiban, serta peranannya masing-masing. Keluarga
mempunyai aturan atau norma yang harus ditaati oleh anggota keluarganya.
Pranata keluarga adalah sistem norma yang mengatur tindakan manusia dalam
hubungannya dengan lembaga keluarga. Karena keluarga terdiri atas beberapa
orang, maka sering disebut sebagai kesatuan social yang paling kecil. Keluarga
merupakan kelompok yang sangat penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi
anak. Adapun fungsi pranata keluarga yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi pengaturan kebutuhan
biologis.
Pranata keluarga mengatur hubungan biologis dengan lawan jenis
(suami istri) sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan. Masyarakat kita
mengganggap bahwa hubungan biologis antara dua orang yang berlawanan jenis
dianggap sah, apabila keduanya telah resmi menjadi suami istri melalui
pernikahan.
b. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi artinya
fungsi untuk melanjutkan keturunan atau generasi penerus.
c. Fungsi ekonomi
Setiap keluarga mengatur kegiatan ekonominya dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
d. Fungsi edukatif
Keluarga merupakan tempat
berlangsungnya sosialisasi primer anak agar tidak terjadi penyimpangan social.
Dalam hal ini ayah dan ibu bertugas mendidik anak-anaknya yang berkaiatan
dengan norma-norma social.
e. Fungsi sosialisasi
Proses sosialisasi berkaitan
erat dengan fungsi pendidikan, yaitu melatih dan mendidik anak di lingkungan
keluarga agar kelak nanti dapat diterima menjadi anggota masyarakat dengan
mengenalkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
f. Fungsi religius
Fungsi religius artinya keluarga berkewajiban mendidik dan mengajak
anak untuk diperkenalkan dengan kehidupan beragama seperti melaksanakan agama
sesuai aturan agama-agama masing-masing.
g. Fungsi penyaluran perasaan/emosional
(Afeksi)
Keluarga sebagai tempat penumpahan anggota perasaan antaranggota
keluarga, seperti kasih sayang, ungkapan sedih dan gembira, semuanya dapat
dirasakan bersama-sama.
2. Pranata Agama
Agama tidak hanya dihubungkan dengan pengertian kelima agama
seperti yang diakui di Indonesia, tetapi lebih luas. Oleh karena itu istilah
agama diartikan sebagai suatu prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dewa, atau zat
yang transcendental dengan ajaran peribadatan atau kebaktian dan kewajiban lainnya
yang berhubungan dengan prinsip kepercayaan itu. Dengan demikian, istilah agama
akan lebih tepat diganti dengan religi. Selanjutnya pranata akan lebih tepat
jika diterjemahkan dengan istilah pranata religi.
Religi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terpadu antara
keyakinan dengan praktik keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal yang suci
dan tidak terjangkau oleh akal. ada dua unsur dalam pranata agama atau religi
sebagai berikut:
a. Imanen, yaitu segala sesuatu
berhubungan dengan dunia ini, dan berada di dunia ini pula.
b. Transendental, yaitu segala
sesuatu yang berada diluar jangkauan pengindraan manusia.
Kedua hal tersebut dalam kehidupan beragama dijabarkan dalam bentuk
praktik ritual peribadatan (transenden), dan tata cara menjalin hubungan dengan
makhluk hidup lainnya (imanen).
Menurut Horton dan Hunt (1987) mengemukakan bahwa fungsi agama
dapat dibedakan atas fungsi yabg bersifat manifes dan laten.
1) Fungsi manifes (nyata)
§ Membujuk manusia agar melaksanakan ritus agama
§ Bersama-sama menerapkan ajaran agama
§ Menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama
2) Fungsi laten
§ Menawarkan kehangatan beergaul
§ Meningkatkan mobilitas sosial
§ Mendorong terciptanya beberapa bentuk stratifikasi sosial
§ Mengembangkan seperangkat nilai ekonomi
3. Pranata Ekonomi
Pranata ekonomi adalah pranata sosial yang menangani masalah
kesejahteraan materiil, yang mengatur kegiatan atau cara berproduksi,
distribusi, dan pemakaian (konsumsi) barang dan jasa yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup masyarakat agar semua lapisan masyarakat mendapatkan bagian
yang semestinya. Atas dasar perhatian itu, pembahasan mengenai pranata ekonomi
tidak dapat lepas dari tiga kegiatan pokok dalam bidang ekonomi, yaitu kegiatan
produksi, distribusi, dan konsumsi.
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
Pranata ekonomi mempunyai beberapa fungsi dalam pemenuhan individu dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
1) Pengaturan produksi barang dan
jasa
Setiap proses produksi tidak selalu menghasilkan barang. Beberapa
proses produksi menghasilkan jasa misalnya perbankan, periklanan, pengangkutan,
dan komunikasi. Kegitan tersebut memerlukan organisasi karena organisasi
berguna untuk mengatur kerja sama antara faktor-faktor produksi dalam mencapai
tujuan. Kemempuan untuk menjalankan organisasi dapat menentukan tingkat
optimalisasi produksi.
2) Fungsi distribusi barang dan jasa
Usaha pendistribusian barang dan jasa secara keseluruhan
diatur oleh suatu system norma yang harus ditaati oleh pihak produsen maupun
konsumen. Jika masing-masing pihak menjalankan semua norma yang ada, niscaya
akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.
3) Fungsi konsumsi barang dan jasa
Suatu kehidupan dikatakan layak jika kebutuhan akan barang dan jasa
dapat terpenuhi. Hidup layak dapat berlangsung pada tiga faktor, yaitu
pendapatan, tersedianya barang dan jasa, serta tingkat harga barang dan jasa.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa kebutuhan dan penghasilan merupakan dua hal yang bertentangan. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan penghasilan manusia terbatas. Keadaan seperti ini mengharuskan manusia untuk mengatur hidupnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup itu manusia menyesuaikan penghasilan dengan norma-norma hidup yang berlaku di masyarakat.
4. Pranata Pendidikan
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan
kebodohan menuju kecerahan pengetahuan atau dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam
arti luas, pendidikan formal maupun informal, meliputi segala hal yang
memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia
mereka. pranata pendidikan menangani masalah proses sosialisasi yang intinya
mengantarkan seseorang kepada suatu kebudayaan.
Di masyarakat berkembang suatu anggapan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin besar peluang seseorang untuk
memperoleh pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang besar. Semakin tinggi pendidikan
yang dimiliki seseorang juga akan memudahkan seseorang untuk melakukan
mobilitas social vertical. Adanya motivasi tersebut, menyebabkan sekolah atau
pendidikan dianggap sebagai tempat yang berfungsi untuk mengembangkan bakat
yang dimiliki oleh seseorang. Bakat yang dikembangkan tersebut akan dapat
digunakan sebagai bekal untuk mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan.
Pranata pendidikan mengajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan yang
dapat digunakan dalam pendidikan, selain itu, pranata pendidikan juga membantu
pola-pola sikap seseorang agar prilakunya tidak menyimpang dari norma-norma
yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
Berdasarkan uraian tersebut, maka pranata pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) Mempersiapkan seseorang untuk
dapat mencari pekerjaan.
b) Mengembangkan bakat seseorang.
c) Sebagai tempat terjadinya
sosialisasi kebudayaan kepada warga masyarakat.
5. Pranata Politik
Menurut Prof. Dr.J.W. Schoerl, yang dimaksud dengan lembaga politik
adalah peraturan-peraturan untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan
pertentangan-pertentangan, dan untuk memilih pemimpin yang berwibawa. Menurut
Kornblum, pranata politik merupakan perangkat norma dan status yang
mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Dengan demikian,
pranata politik akan meliputi eksekutif, yudikatif, dan legislatif, keamanan
nasional (militer), dan partai politik. Fungsi lembaga politik yang merupakan
wujud nyata pelaksanaan pranata politik adalah dengan:
a) Melaksanakan undang-undang yang
telah disahkan.
b) Melembagakan norma melalui
undang-undang yang dibuat oleh lembaga legslatif.
c) Menyelesaikan masalah yang terjadi
di antara para warga masyarakat.
d) Menyelenggarakan pelayanan social,
seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
e) Mlindungi para warga masyarakat
atau warga negara dari serangan bangsa lain.
f) Mewaspadai dan selalu siaga
terhadap bahya-bahaya yang mengancam.
E. Pengertian Penyimpangan Sosial
Beberapa ahli mendefinisikan yang berbeda beda tentang
pengertian prilaku menyimpang. Berikut kami kemukakan pengertian
penyimpangan menurut ketiga ahli:[1]
1. Menurut Robert MZ. Lawang
penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk
memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
2. Menurut Van der Zenden
penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai
hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
3. Menurut Gillin penyimpangan
sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan serta nilai sosial keluarga dan
masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.
Dengan demikian kami dapat menyimpulkan bahwa penyimpangan sosial
merupakan prilaku atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan dan nilai
dalam suatu masyarakat sehinggga tindakan tidak sesuai tersebut oleh sejumlah
orang dianggap tercela.
F. Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tidak baik oleh masyarakat
merupakan pencerminan perilaku yang menyimpang dan merupakan bentuk
penyimpangan sosial. Adapun secara umum bentuk-bentuk penyimpangan sosial dapat
dibedakan sebagai berikut:[2]
1. Penyimpangan primer
Penyimpangan primer adalah adalah penyimpangan sosial yang bersifat
temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang.
Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah:
a) Bersifat sementara.
b) Gaya hidupnya tidak didominasi
oleh perilaku menyimpang.
c) Masyarakat masih
mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam
lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
2. Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas
memperlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang yang
menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang lain. Adapun
ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
a) Gaya hidupnya di dominasi oleh
perilaku menyimpang.
b) Masyarakat tidak bisa mentolelir
perilaku tersebut.
Contoh penyimpangan sekunder adalah semua bentuk tindakan kriminalitas,
seperti curanmor, perampokan, pembunuhan dan sebagainya.
3. Penyimpangan individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh
seseorang yang menentang atau menolak nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat umum. Penyimpangan individual dapat terjadi karena faktor
ketidaksengajaan atau kelalaian, tetapi dapat juga karena seseorang memiliki
karakter bawaan yang bersifat penentang (antagonis). Schopenhauer (1788-1860)
seorang filsuf Jerman, berpendapat bahwa setiap bayi yang lahir itu memiliki
sifat bawaan tertentu.
Penganut ajaran Schopenhauer memiliki pandangan bahwa lingkungan
sekitarnya tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan seseorang. Dijelaskan pula bahwa meskipun seseorang
dididik dengan sistem dan lingkungan yang sedemikian baiknya, namun jika bawaan
sejak lahirnya buruk, ia akan senantiasa melakukan penyimpangan. Seseorang yang
senantiasa berperangai buruk akan mendapat predikat pembandel, pembangkang atau
penjahat.
4. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh lebih
dari satu orang atau berkolompok. Perilaku mereka bertentangan dengan nilai dan
norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum.
Perilaku menyimpang kelompok ini, sebagai contoh dapat terlihat
pada kasus perkelahian pemuda atau palajar secara massal (tawuran pelajar).
Para pelaku penyimpangan sosial ini tampak sangat beringas atau berani ketika
tampil secara bersama-sama dengan jumlah banyak.
5. Penyimpangan campuran antara
individual dengan kelompok
Penyimpangan campuran antara individual dengan kelompok adalah
penyimpangan sosial yang semula dilakukan oleh seseorang, kemudian seseorang
tersebut mampu mempengaruhi orang lain dalam skala yang lebih besar, secara
bersama-sama atau kelompok untuk menentang atau menolak nilai dan norma sosial
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umum. Misalnya perampokan yang
dilakukan secara berkelompok dengan pimpinan satu orang. Disini, keterampilan
individu untuk mengembangkan dan mengorganisasi penyimpangan massal sangatlah
besar.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya
Perilaku Menyimpang
Sebab-sebab terentuknya perilaku menyimpang ialah sebagai berikut:[3]
1. Keluarga yang broken home
Retaknya hubungan keluarga menyebabkan anggota keluarga mencari
kesenangan di luar rumah karena kebutuhan baik jasmani maupun rohaninya tidak
bisa terpenuhi dalam keluarga. Misalnya kenakalan remaja yang disebabkan rumah
rangga orang tua yang tidak harmonis.
2. Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecawaan sering melampiaskan
kekecewaannya dengan melakukan hal-hal yang menyimpang, misalnya melampiaskan
ke narkoba, berjudi dan sebagainya.
3. Keinginan untuk dipuji
Kehidupan masyarakat modern cenderung menonjolkan penampilan fisik
sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Banyak orang ingin berpenampilan mewah,
akan tetapi tanpa didukung kemauan bekerja keras. Oleh karena itulah banyak
orang sering memilih jalan pintas dengan melakukan tindak kriminal untuk
memperoleh kekayaan secara cepat demi memenuhi tuntutan penampilannya. Misalnya
pejabat melakukan korupsi untuk meningkatkan pendapatnya, seseorang melakukan
pencurian ataupun perampokan untuk memperoleh kekayaan.
4. Dorongan kebutuhan ekonomi
Karena terdesak masalah ekonomi, seseorang bisa melakukan
kejahatan. Misalnya perampokan dengan dalih memerlukan uang untuk biaya hidup,
menjadi PSK karena didesak kebutuhan ekonomi, dan sebagainya.
5. Pengaruh lingkungan dan media
massa
Banyak orang melakukan tindakan menyimpang karena meniru apa yang ia
lihat di media massa. Misalnya melakukan tindakan asusila karena pengaruh
tontonan VCD porno.
6. Ketidaksanggupan menyerap norma
budaya
Seseorang yang menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna
menyebabkan ia tidak sanggup menjalankan perannya sesuai dengan perilaku yang
diharapkan oleh masyarakat. Misalnya anak dari keluarga broken home yang tumbuh
menjadi anak nakal.
7. Adanya ikatan sosial yang
berlainan
Seseorang yang bermasyarakat dengan kelompok-kelompok akan
cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling ia hargai dan
akan lebih senang bergaul dengan kelompoknya saja daripada dengan kelompok
lainnya. Jika kelompok yang ia ikuti ternyata menyimpang, maka ia pun akan
menjadi pelaku penyimpangan sosial.
8. Akibat proses sosialisasi
nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
Nilai subkebudayaan menyimpang adalah kebudayaan khusus yang
normanya bertentangan dengan norma budaya yang umum. Misalnya dalam lingkungan
kelompok berjudi, berjudi dianggap sebagai hal yang wajar.
9. Akibat kegagalan dalam proses
sosialisasi
Proses sosialisasi dikatakan tidak berhasil apabila individu
tersebut tidak mampu mendalami norma-norma masyarakat. Misalnya jika keluarga
tidak berhasil mendidik para anggotanya maka yang terjadi adalah penyimpangan
perilaku.
10. Sikap mental yang tidak sehat
Adanya sikap mental yang tidak sehat menyebabkan pelaku menyimpang
tidak terasa bersalah dengan apa yang ia lakukan. Misalnya yang dialami oleh
orang yang menjadi PSK.
H. Teori-teori Penyimpangan Sosial
Teori-teori yang yang menguraikan tentang penyebab terjadinya
perilaku menyimpang menurut pendapat para ahli sosiologi antara lain:[4]
1. Teori pergaulan berbeda (teori
differential assoction), oleh Edwin H. Sutherland.
E. H. Sutherland mengemukakan bahwa penyimpangan bersumber pada
pergaulan yang berbeda. Misalnya menjadi pemakai narkoba karena bergaul dengan
pecandu narkoba.
2. Teori Labelling (pemberian
julukan), oleh Edwin M. Lemert.
E. M. Lemert mengemukakan bahwa seseorang telah melakukan
penyimpangan pada tahap primer, tetapi masyarakat kemudian menjuluki sebagai
pelaku menyimpang, sehingga pelaku meneruskan perilaku penyimpangannya dengan
alasan kepalang basah. Misalnya seorang baru mencuri pertama kali lalu
masyarakat menjulukinya sebagai pencuri, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi
mencuri, akibatnya karena selalu dijuluki pencuri, maka ia pun terus melakukan
penyimpangannya.
3. Teori fungsi, oleh Emile Durkheim.
Emile Durkheim mengemukakan bahwa tercapinya kesadaran moral dari
semua anggota masyarakat karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan
fisik, dan lingkungan sosial. Ia menegaskan bahwa kejahatan itu akan selalu
ada, sebab orang yang berwatak jahat pun akan selalu ada. Menurut Emile
Durkheim kejahatan diperlukan agar hukum dapat berkembang secara normal.
I. Dampak Perilaku Penyimpangan
Sosial
Perilaku penyimpangan sosial membawa dampak secara langsung sebagai
berikut:[5]
1. Dampak psikologis
Dampak psikologis antara lain berupa penderitaan yang bersifat
kejiwaan dan perasaan terhadap pelaku penyimpangan sosial, seperti dikucilkan
dalam kehidupan bermasyarkat atau dijauhi dalam pergaulan.
2. Dampak sosial
a) Mengganggu keamanan dan ketertiban
lingkungan sosial.
b) Menimbulakn beban sosial,
psikologis, dan ekonomi bagi keluarga.
c) Menghancurkan masa depan pelaku
penyimpangan sosial dan keluarganya.
3. Dampak moral (Agama)
a) Merupakan bentuk perbuatan dosa
yang dapat mencelakakan dirinya sendiri (si pelaku penyimpangan sosial) dan
orang lain.
b) Merusak akal sehat sehingga dapat
mengganggu ketentraman beribadah.
c) Merusak akidah (keyakinan dasar),
keimanan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Dampak budaya
a) Menimbulkan drug subculture yang
dapat mencemari nilai-nilai budaya bangsa.
b) Merupakan bentuk pemenuhan
dorongan nafsu sepuas-puasnya atau konsumsi hendonis.
c) Merusak tatanan nilai, norma, dan
moral masyarakat bangsa.
d) Merusak pranata (lembaga masyarakat),
lembaga budaya bangsa, dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku seseorang di
lingkungan masyarakat.
J. Upaya Pencegahan Penyimpangan
Sosial
Ada pepatah yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada
mengobati. Demikian halnya dengang menghadapi begitu banyaknya kasus
penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, perlu adanya pencegahan
semenjak dini. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
langkah sebagai berikut:[6]
1. Upaya pencegahan penyimpangan
sosial dalam keluarga
Keluarga merupakan tempat awal seseorang menyerap nilai-nilai dan
norma sosial. Melalui kepribadian keluargalah kepribadian seseorang terbentuk.
Segala bentuk perilaku yang dilakukan seseorang erat kaitannya dengan sikap
mental kepribadiannya. Keluarga sebagai peletak dasar terbentuknya kerpibadian
seseorang sangat berperan besar dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi
usaha pencegahan terhadap segala bentuk perilaku menyimpang. Adapun bentuk
bentuk pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga antara lain:
a) Melalui menanaman nilai-nilai dan
norma agama.
b) Menciptakan hubungan yang harmonis
dalam keluarga.
c) Keteladanan orang tua
2. Upaya pencegahan penyimpangan
sosial dalam masyarakat
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas
dn bahkan saling tergantung pada lingkungan sosialnya. Jika dalam kehidupan
masyarakat, perilaku menyimpang dianggap hal yang wajar, maka akan
bermunculanlah pelaku-pelaku penyimpangan sosial. Untuk membentuk suatu
masyarakat yang teratur, selain dibutuhkan kesadaran dari masing-masing
warga, juga diperlukan adanya kontrol sosial dari masyarakat. Oleh karena
itu masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial perlu melakukan upaya pencegahan
terhedap penyimpangan sosial dalam bentuk:
a) Melalui pertemuan dalam lingkup RT
para warga saling mengungkapkan perlunya menjaga keteraturan sosial dan
melakukan peringatan jika ada hal-hal yang dianggap menyimpang.
b) Menciptakan suasana yang kondusif
bagi terbentuknya keteraturan sosial. Misalnya mewadahi kegiatan remaja melalui
kegiatan karang taruna dengan arah dan tujuan yang positif.
c) Memasang peringatan atau ajakan
agar warga selalu tetap menjaga keteraturan sosial, misalnya diberlakukannya
aturan bagi setiap tamu yang bermalam harus melapor ke RT.
d) Peran serta media massa untuk menyiarkan
hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan hal-hal yang seharusnya
dihindari, karena kadangkala masyarakat menganggap apa yang dilakukan sudah
benar, padahal sebenarnya tidak demikian.
e) Peran serta kaum pemuka agama
untuk menanamkan kesadaran kepada para pengikutnya agar menjalankan ajaran
sesuai dengan nilai dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai
agama justru dikorbankan sebagai kedok untuk menyembunyikan penyimpangan
sosial.
f) Peran serta sekolah sebagai
institusi pendidikan untuk menerapkan tata tertib dilengkapi sanksi dan
tindakan tegas bagi siswa yang melanggarnya.
K. Upaya Pengendalian Penyimpangan Sosial
Terjadinya penyimpangan sosial di tengah kehidupan masyarakat dapat
berpengaruh terhadap keteraturan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
pengendalian penyimpangan sosial seperti berikut:[7]
1. Pengendalian Sosial Menurut
Tujuannya
Jika dklasifikasikan menurut tujuannya, pengendalian sosial dapat
dibedakan menjadi tiga, yakni tujuan kreatif, regulatif, dan eksploratif.
a) Tujuan kreatif atau konstruktif
Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan bertujuan kreatif
apabila pengendalian sosial tersebut diarahkan pada perubahan sosial yang
dianggap bermanfaat. Penerapan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan
pemerintah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial yang merupakan salah
satu contohnya. Mengapa demikian? Karena jika setiap penduduk menaati aturan
tersebut, maka bukan saja pemerintah saja yang beruntung karena memiliki SDM
yang berpendidikan, akan tetapi bagi individu memiliki bekal untuk dapat
memperoleh peluang bekerja yang lebih baik dibanding dengan orang yang tidak
memiliki pendidikan sama sekali.
b) Tujuan regulatif
Pengendalian sosial ini dilandaskan pada kebiasaan atau adat
istiadat. Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan wajib jam belajar dari jam
18.00 sampai jam 21.00 bagi setiap penduduk. Hal ini bertujuan agar warga
memiliki kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang sebelum tidur
untuk belajar.
c) Tujuan eksploratif
Pengendalian sosial eksploratif apabila pengendalian tersebut
dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak.
Penerapan tata tertib di sekolah merupakan salah satu contoh pengendalian
sosial yang bertujuan eksplorarif, karena tata tertib disusun dengan tujuan
meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri sebagai generasi muda yang
berkualitas.
2. Pengendalian Sosial Menurut
Pelaksanaannya
Macam-macam teknik pengendalian sosial jika ditinjau dari aspek
pelaksaannya, dapat dilakukan dengan cara seperti di bawah ini:[8]
a) Cara kompulasi (compulation)
Pengendalian sosial semacam ini dilakukan dengna menciptakan suatu
situasi yang dapat mengubah perilaku negatif. Misalnya ada siswa yang enggan
memakai dasi, maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi ditegur dan dijelaskan
pentingnya berdasi.
b) Cara pervasi (pervation)
Pengendalian secara pervasi dilakukan dengan menyampaikan
norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang, sehingga akan terbentuk
sikap seperti apa yang diharapkan.
c) Cara persuasif/tanpa kekerasan
Pengendalian sosial ini lebih menekankan pada usaha untuk mengajak
atau membimbing berupa anjuran agar berprilaku sesuai norma yang ada.
d) Cara coercive atau cara
kekerasan/paksaan
Pengendalian coercive dilakukan dengan kekerasan jika cara
persuasif tidak berhasil.
L. Peran Lembaga Sosial dalam Mengendalikan
Perilaku Penyimpang
Menurut Gillin dan Gillin suatu lembaga sosial adalah organisasi
pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas
kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial dianggap sebagai peraturan
apabila organisasi pola-pola pemikiran dan prilaku tersebut membatasi serta
mengatur prilaku orang, terutama terhadap prilaku menyimpang. Berikut ini peran
beberapa bentuk lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang, yaitu
polisi, pengadilan, adat istiadat, dan tokoh masyarakat.
1. Polisi
Polisi sebagai aparat keamanan mempunyai peran yang sangat penting
dalam upaya mengendalikan prilaku menyimpang warga masyarakatnnya. Sesuai
dengan status dan kewenangannya, polisi dapat bertindak untuk mencegah dan
mengatasi prilaku menyimpang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana.
2. Pengadilan
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Pengadilan adalah pengendalian terakhir yang ditempuh apabila di masyarakat
Terdapat penyimpangan yang dianggap telah merugikan masyarakat.
Pengadilan akan memutuskan seseorang yang melakukanpenyimpangan berupa hukuman
atau denda yang berat atau sesuai dengan kadar perbuatannya.
3. Adat istiadat
Adat istiadat mengatur pengendalian sosial di masyarakat melalui
sanksi terhdap para pelanggarnya. Oleh karena itu, adat merupakan alat
pengendali sosial agar setiap warga masyarakat berusaha untuk menjauhkan diri
dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai atau dilarang oleh hukum adat. Di
kota besar adat istiadat kurang berperan dalam mengendalikan prilaku
menyimpang. Akan tetapi di masyarakat pedesaan yang masih bersifat tradisional,
adat istiadat sangat berperan aktif dalam mengatur prilaku masyarakat.
4. Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang mempunyai kelebihan pengaruh,
atau wibawa sehingga disegani dan dihormati oleh anggotannya. Oleh karena
kelebihannya itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagai pemimpin atau
panutan, baik formal maupun nonformal. Dengan demikian tokoh masyarakat
mempunyai peran penting dalam mengendalikan prilaku warga masyarakat yang
menyimpang melalui teguran, nasihat, atau sanksi.
BAB III
KESIMPULAN
Pranata sosial adalah sistem norma yang mengatur segala tindakan
manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok dalam hidup bermasyarakat. Wujud konkrit
dari pranata sosial adalah lembaga sosial. Menurut Gillin dan Gillin, pranata
sosial dapat dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, sistem nilai yang
diterima oleh masyarakat, penerimaan masyarakat, penyebarannya, dan fungsinya.
Macam-macam pranata sosial yaitu pranata keluarga, pranata
pendidikan, pranata ekonomi, pranata agama, dan pranata politik di mana
masing-masing pranata tersebut mempunyai perannya sendiri. Peran lembaga sosial
dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu dengan mencegah, membatasi, serta
mengatur prilaku masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan. Adapun bentuk
lembaga sosial dalam mengendalikan prilaku menyimpang yaitu polisi, pengadilan,
adat istiadat, dan tokoh masyarakat.
Setiap individu, keluarga, masyarakat dituntut untuk
bersosialisasi, berinteraksi, berbudaya, dan bernegara yang sewajarnya dalam
rangka mencari suatu lingkungan yang tentram di sekitarnya. Hal ini sesuai
dengan nilai demokrasi yang sudah marak dipraktikan, bahwa manusia selalu
mendambakan kebebasan pribadi, kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan
sebagainya. Akan tetapi, apabila kebebasan itu dinodai oleh perilaku yang
bertentangan dengan nilai dan norma sosial, maka akan menimbulkan suatu
permasalahan lain yakni penyimpangan sosial
0 komentar:
Posting Komentar