Merakit Ulang Ukhuwah Islamiyah
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Hadirin
rahimah kumullah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur
ke hadirat Illahi Rabbi baahwasan-Nya pada kesempatan ini kita bisa
berkumpul bersama di tempat yang mulia ini. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad saw.
Saudaraku.
Ukhuwah
atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan
seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus
merupakan salah satu kekuatan perekat sosial untuk memperkokoh
kebersamaan. Fenomena kebersamaan ini dalam banyak hal dapat memberikan
inspirasi solidaritas sehingga tidak ada lagi jurang yang dapat
memisahkan silaturahmi di antara sesamanya.
Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, bangunan kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan kepentingan yang dapat merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap dan prilaku yang saling berseberangan.
Karena itu, semangat ukhuwah ini secara sederhana dapat terlihat dari ada atau tidak adanya sikap saling memahami untuk menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Ukhuwah Islamiyah sendiri menunjukkan jalan yang dapat ditempuh untuk membangun komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga memberikan semangat baru untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan petunjuk al-Qur'an serta teladan dari para NabidanRasul-Nya.
Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, bangunan kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan kepentingan yang dapat merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap dan prilaku yang saling berseberangan.
Karena itu, semangat ukhuwah ini secara sederhana dapat terlihat dari ada atau tidak adanya sikap saling memahami untuk menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Ukhuwah Islamiyah sendiri menunjukkan jalan yang dapat ditempuh untuk membangun komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga memberikan semangat baru untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan petunjuk al-Qur'an serta teladan dari para NabidanRasul-Nya.
Hadarin...
Sekurang-sekurangnya ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan yang Islami. Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang dipersonifikasikan ke dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit. Kedua, persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi untuk memperkuat dan memperkokoh.
Sekurang-sekurangnya ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan yang Islami. Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang dipersonifikasikan ke dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit. Kedua, persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi untuk memperkuat dan memperkokoh.
saudaraku
Ilustrasi pertama
menunjukkan pentingnya unsur solidaritas dan kepedulian dalam upaya
merakit bangunan ukhuwah menurut pandangan Islam. Sebab Islam
menempatkan setiap individu dalam posisi yang sama. Masing-masing
memiliki kelebihan, lengkap dengan segala kekurangannya. Sehingga untuk
menciptakan wujud yang utuh, diperlukan kebersamaan untuk dapat saling
melengkapi. Sedangkan ilustrasi kedua menunjukkan adanya faktor usaha saling tolong menolong, saling menjaga, saling membela dan saling melindungi.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Pernyataan al-Qur'an: Innama al-mu'minuuna ikhwatun
(sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara) memberikan kesan bahwa
orang mu'min itu memang mestinya bersaudara. Sehingga jika
sewaktu-waktu ditemukan kenyataan yang tidak bersaudara, atau adanya
usaha-usaha untuk merusak persaudaraan, atau bahkan mungkin adanya
suasana yang membuat orang enggan bersaudara, maka ia berarti bukan lagi
seorang mu'min. sebab penggunaan kata "innama" dalam bahasa Arab menunjukkan pada pengertian "hanya saja."
Tuntutan
normatif seperti tertuang dalam al-Qur'an di atas memang seringkali
tidak menunjukkan kenyataan yang diinginkan. Kesenjangan ini terjadi,
antara lain, sebagai akibat dari semakin memudarnya penghayatan terhadap
pesan-pesan Tuhan khususnya berkaitan dengan tuntutan membina
persaudaraan. Bahkan, lebih celaka lagi apabila umat mulai berani
memelihara penyakit ambivalensi sikap: antara pengetahuan yang memadai
tentang al-Qur'an di satu sisi, dengan kecenderungan menolak pesan-pesan
yang terkandung di dalamnya di sisi lain, hanya karena terdesak
tuntutan pragmatis, khususnya menyangkut kepentingan sosial, politik
ataupun ekonomi. Karena itu, bukan hal yang mustahil, jika seorang
pemuka agama sekalipun, rela meruntuhkan tatanan ukhuwah hanya karena
pertimbangan kepentingan-kepentingan primordial.
Karena tarik menarik antara berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai sejumlah prestasi yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik yang tidak kurang memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar dalam melakukan interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya sehari-hari. Konflik yang bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip menurut ajaran, dapat membongkar bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanankehidupannya.
Perbedaan interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan shahabat, misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang telah lama dirintis bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan suatu generasi untuk mewarisi tradisi konflik yang mewarnai generasi sebelumnya. Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-masa berikutnya hampir selalu diwarnai oleh politik balas dendam" yang tidak pernah berujung.
Karena tarik menarik antara berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai sejumlah prestasi yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik yang tidak kurang memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar dalam melakukan interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya sehari-hari. Konflik yang bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip menurut ajaran, dapat membongkar bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanankehidupannya.
Perbedaan interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan shahabat, misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang telah lama dirintis bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan suatu generasi untuk mewarisi tradisi konflik yang mewarnai generasi sebelumnya. Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-masa berikutnya hampir selalu diwarnai oleh politik balas dendam" yang tidak pernah berujung.
Al-Qur'an
memang memberikan peluang kepada ummat manusia untuk bersilang pendapat
dan berbeda pendirian. Tetapi al-Qur'an sendiri sangat mengutuk
percekcokan dan pertengkaran. Interprestasi terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), pemaknaan terhadap keterikatan sesuatu ayat dengan asbab nuzul, atau sesuatu hadits dengan asbab wurud-nya, seringkali melahirkan adanya sejumlah perbedaan. Lebih-lebih perbedaan itu telah memasuki wilayah ijtihadiyah.
Dalil-dalil dzanny
yang biasa menjadi rujukan beramal memang memiliki potensi untuk
melahirkan perbedaan. Tetapi perbedaan itu sendiri seharusnya dapat
melahirkan hikmah, baik dalam bentuk kompetisi positif, mempertajam daya
kritis, maupun dalam membangun semangat mencari tahu sesuai dengan
anjuran memperbanyak ilmu. Sayangnya, dalam kenyataan, perbedaan itu
justru seringkali melahirkan hancurnya nilai-nilai ukhuwah, hanya karena
ketidaksiapan untuk memahami cara berpikir yang lain, atau karena
keengganan menerima perbedaan
sebagai buah egoisme yang tidak sehat.
Dan,
yang lebih celaka lagi, apabila potensi konflik itu telah dipengaruhi
variabel-variabel politik dan ekonomi seperti apa yang saat ini tengah
dialami oleh bangsa kita yang semakin lelah ini. Ikatan agama telah
pudar oleh kepentingan kekuasaan. Kehangatan persaudaraan pun semakin
menipis karena desakan-desakan materialisme ataupun kepentingan
primordialisme. Perbedaan paham politik sangat potensial untuk
melahirkan suasana ketidakakraban yang cenderung membawa kepada suasana
batin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah. Demikian juga perbedaan
tingkah kekayaan sering melahirkan kecemburuan yang juga sangat
potensial untuk mengundang suasana
bathin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah.
Subhanallah,
ukhuwah kini telah menjadi barang antik yang sulit dinikmati secara
bebas dan terbuka. Karena ukhuwah memang hanya akan dapat terwujud
apabila masyarakat sudah mampu memiliki dan menghayati prinsip-prinsip tasamuh (toleransi), sekaligus terbuka untuk melakukan tausiyah (saling mengingatkan).
Hadirin rahimah kumullah.
Sekian uraian dari saya. Semoga bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan, terima kasih atas perhatiannya.
Jalan jalan ke pangandaran
Janganlah lupa beli hiasan.
Mari kita rakit persaudaraan
Lupakanlah semua perbedaan
0 komentar:
Posting Komentar